Monday, June 22, 2009

Kopdar Padang (mba Seri dari Nipon)

http://junjungbuih.multiply.com/photos/album/41/Kopdar_Padang_mba_Henny#
Alhamdulillah, bisa ketemuan di darat, sebelumnya cuman di milis dan mp

Semoga senantiasa terjalin silatuirahmi yang indah ya Mbak Seri..Amin...

Sunday, June 7, 2009

Hubungan Tugas Sekolah Anak dan Orang Tua

 

“Ma, tolong Jilan dipebanyak lagi porsi latihannya untuk tulisan tegak bersambung dan pemakaian huruf besarnya di rumah ya Ma… Disekolah Jilan sering  tak menyelesaikan PS dengan alasan susah dan capek…”, begitu isi sms dari Usatazah Mega.

 

“Hm..tampaknya ada masalah serius…” batinnya. Lanisa mengira-ngira di tengah rutinitas kerjanya yang padat. Ia adalah seorang wanita yang bekerja sebagai pengajar dan beberapa kegiatan terkait lainnya.

 

Lanisa gelisah. Ia yakin jika persoalan anaknya kali ini cukup serius. Jika perkara sederhana saja, ustadzahnya hanya perlu menuliskan pesan di buku penghubung orang tua dan guru yang selalu diperiksanya setiap hari. Baru kali ini ustazah Mega meng-sms-kan problem anaknya di sekolah. Ini berarti ustazahnya sudah hampir kehabisan akal mengarahkan Jilan.

 

”Jilan..., kenapa ya sayang....?”, Lanisa terus memikirkan anak perempuan semata wayangnya sambil jari-jarinya mulai menuliskan balasan sms untuk ustazah Mega.

 

”Ya Ustazah, baiklah, terima kasih...”, tulisnya sambil otaknya terus berputar-putar penuh tanya.

 

Hanya beberapa kata sederhana itu yang mampu ditulisnya karena ia sendiri tak habis pikir. Menurut pemikirannya, Jilan telah sering diberi pengertian tentang pentingnya segala bentuk proses belajar dan agar selalu patuh pada guru di sekolah. Berkomunikasi efektif versi tatap-menatap mata yang sering disarankan pakar komunikasipun telah dipraktekkan oleh Lanisa. Jilan biasanya berjanji akan menjadi lebih baik setelah percakapan mengenai sikapnya yang perlu dikoreksi. Tapi setelah itu, sikap santainya dapat segera kambuh lagi.

 

Yah, Jilan memang tak pernah dilaporkan telah mengganggu temannya atau melakukan kenakalan sejenis itu. Tapi kalau terlalu tak peduli dan santai, tentu bukanlah masalah ringan. Saking santainya Jilan, kalau ada teman yang mendapat hukuman dengan tidak boleh ikut belajar pada jam pelajaran tertentu, Jilan malah memilih ikut mendampingi temannya itu di luar kelas. Ah... Untuk kasus ini ustazahnyapun berkesimpulan, Jilan adalah anak yang punya rasa kesetiakawanan yang sangat tinggi, tapi salah tempat.

***

Dirumah, Lanisa masih terus kepikiran akan sms dari guru anaknya. Kalau melihat perkembangan aktifitasnnya, sejak balita Jilan memang lebih suka pada permainan atau kegiatan fisik. Ia seakan punya tenaga ekstra untuk aktifitas yang menantang olah tubuh. Berdiam diri terlalu lama di dalam ruangan membuatnya tak betah. Tapi sekarang ia sudah kelas 1 SD dan sifat ”mau yang enaknya saja” seharusnya tidak boleh dipertahankan. Ada aturan kegiatan sekolah yang harus pula diikuti.

 

Walaupun nilai rapor semester dan bulanan Jilan tergolong baik, Lanisa tak berhenti dilanda kebimbangan dengan perkembangan anaknya di sekolah. Dalam suatu diskusi langsung dengan wali kelas anaknya ketika menerima rapor bulanan beberapa waktu lalu, ia mendapat cerita bahwa Jilan terkesan merasa bangga kalau namanya termasuk di dalam ”daftar anak kudis (kurang displin) hari ini” yang ditulis guru di papan tulis.

 

***

 

”Pa, sepertinya mama telah mencoba mencari-cari penyebab keacuhan Jilan, tapi ndak ketemu juga...”, Lanisa mencoba berdiskusi dengan suaminya.

:

”Memangnya kenapa lagi?” suami Lanisa bertanya, sedangkan matanya masih pada koran yang tengah dibacanya.

 

”Yaa..., dia masih saja bersikap acuh dan tampak tak peduli kalau tidak menyelesaikan pekerjaan sekolah, sampai-sampai gurunya mengirim sms tadi! Kalo dipikir-pikir....mama-kan bukan tipe seperti itu dari kecil. Seingat mama, mama ini orangnya selalu patuh pada guru dan rajin mengerjakan tugas hlo... Jilan kok beda ya Pa?”.

 

”Jilan, papa bilang apa berkali-kali? Jangan bersikap acuh terhadap tugas dan perintah dari guru!..... Apalagi tidak menyelesaikan pekerjaan sekolah, tidak baik! Jilan akan sangat ketinggalan dari teman lainnya...!” suaminya menasehati anak mereka, alih-alih menjawab soal perbedaan Lanisa semasa kecil dengan anaknya.

 

”Iya Papa...”, Jilan yang tengah menonton acara kegemarannya di TV menoleh dan menjawab takzim. Tak ketinggalan pula wajahnya yang amat jelita menurut versi orangtuanya itu dihiasi dengan tatapan minta maaf yang meluluhkan hati. Jadinya Lanisa dan suaminya hanya mampu menatap prihatin pada putri mereka.

 

”Pa..., jangan-jangan... kelakukan anak kita ini ada unsur genetisnya hlo. Karena kalau upaya kita lebih kurang sudah cukup untuk pembinaan...Jangan-jangan dulu semasa sekolah, papa juga acuh dengan tugas dari guru...?” pancing Lanisa ketika mereka tinggal berdua di ruang keluarga.

 

”Woooo, kalo papa selalu menyelesaikan dan mengumpulkan tugas guru, nggak pernah nggaak laah..” jawab suaminya menonjolkan dada, senyumnya terkembang.

 

”Ah, yang benaar....? Waktu mama sekolah dulu, banyak sekali hlo... terutama anak laki-laki yang malas bikin tugas, apalagi prakarya dan sejenisnya....” kenang Lanisa sambil mengingat kalau ia sendiri selalu mendapat nilai tinggi karena selalu sungguh-sungguh mengerjakan tugas sekolah.

 

Lanisa menatap suaminya. Kali ini tatapannya lurus dan lama. Ia jadi semakin curiga, jangan-jangan memang sifat anaknya yang acuh dan santai itu diturunkan dari suaminya. Karena sikap dirinya ketika kecil ternyata tak membekas pada anaknya. Kalaupun benar, ia harus menerima kenyataan ini dengan lapang dada, dan tak berputus asa membimbing terus putrinya.

 

”Benar kok Ma!”, suaminya masih ngotot membela diri melihat Lanisa menatapnya terus.

 

”Ndak percaya! Wah iya...., sangat besar kemungkinannya sikap anak kita sekarang ini adalah turunan dari sifat dan sikap papa ketika sekolah dulu... Ayo ngaku ajaaaa! ” kejar Lanisa, semakin penasaran melihat gejala pembelaan diri suaminya.

 

”Ya...ndak tauuu....., tapi benar kok! Sungguh! Papa ini dulu selalu rajin mengumpulkan tugas....!”

 

”Yakiiin? Coba pikir lagi, ingat-ingat duluuu... Papa kan cerita sendiri waktu kecilnya dulu agak nakal, tetap saja suka mandi-mandi di sungai sembarang waktu walo sudah dilarang ortu... Katanya sampai kena hukum kurungan di dalam gudang beras segala...? Ayo.... ”, Lanisa menatap suaminya penuh arti.

 

”Yakin! Papa selalu mengumpulkan tugas, ndak pernah ndak! Tapi dulu itu...memang... kebanyakannya teman papa yang membuatkan...ehm...”

 

”NAH!, kaaaaaan...?

 

Dan bantalan kursipun berterbangan di rumah Lanisa.