pada anak, yang terinspirasi oleh kebiasaan seorang sahabat
yang kuanggap amat bagus, ternyata membutuhkan proses bertahap, tetapi tampaknya tidak
terlalu lama.
Awalnya anakku Jilannisa tak begitu saja menangkap apa yang kukatakan
tentang doa baru ini, juga pertanyaan pancingan yang kuberikan. Apalagi
aku harus terbata-bata mengarang kata yang tepat, mencocokkan dengan
bahasa Jepang yang sekarang masih lebih dimengerti olehnya. Tapi aku
tak bosan mengulang.
berdoa dan sambil rebahan aku selalu mencoba memancingnya untuk mengungkapkan
keinginan-keinginan, mengingatkan bahwa Tuhan akan selalu mendengar setiap doa
dan harapan. Setelah aku sendiri memberi contoh apa yang kuinginkan esok hari,
atau apa yang ingin kuminta dalam doa sebelum tidur, ia kelihatan mulai
terpancing.
apa sama Tuhan?, tanyaku suatu malam sambil membayangkan ia akan meminta
hal-hal biasanya sangat diinginkannya, semacam mainan, es krim atau coklat
kesukaannya.
deeee ……..(mmm, Jilan, dalam doa, sama Tuhan mauuu….)”, matanya metatap
kelangit-langit kamar, berfikir dengan kepala agak dimiringkan ke kanan. Tangan
dan kakinya merapat memeluk boneka biru lembut berbentuk pingguin di atas perutnya. Ia
seperti bayi berukuran besar dimataku. Rasa cintaku mengalir, menggetarkanku.
berdoa dan mengingat Allah, Ia akan mendengar dan mengingat kita juga, dan
IsnyaAllah mengabulkannya. Sebab, Ia maha penyayang, sangat sayang pada
Jilan, mama, papa dan semua mahkluk-Nya…”, pancingku lagi, sambil membelai
rambutnya perlahan.
tiba-tiba ia berkata yakin. Senyumnya mengembang. Hatiku bersorak, gembira dan
bersyukur karena ini pertama kalinya ia mulai mengungkapkan keinginannya dalam
program doa baru setiap hari yang ingin aku terapkan ini.
kataku bingung bercampur senang.
“Iya, habis, Jilan
mau, kalau mama menghilang lagi seperti tadi pagi”, matanya yang indah
menatapku polos.
“Tadi pagi?”
“Ng, waktu Jilan nakal”, ia tersenyum malu.
Tak mampu berkata-kata,
kurengkuh buah hatiku ke dekapan, kuyakinkan ia bahwa mama akan
berusaha selalu ada untuknya, karena ia adalah segalanya.
“Ah…”, peristiwa yang kupikir telah dilupakannya itu kembali muncul
ke dalam ingatanku.
Tadi pagi, ketika di rumah hanya ada kami
berdua, Jilan tak mau kupakaikan baju sehabis mandi. Bagaimanapun aku mencoba,
ia selalu berhasil mengelak dengan berlari atau bergulingan kesana kemari.
Kalau aku berhasil memaksakan memasangkan kaos dalamnya, baru sampai di leher,
dengan segera ia mencopotnya lagi, lalu sengaja bergulingan di atas kasur,
terkekeh-kekeh senang, begitu seterusnya sampai aku mulai tak sabar. Grrhhhh….
Gadis kecil yang sebentar lagi 4 tahun usianya ini mempunyai gerakannya yang
lincah dan hampir tak pernah bisa diam. Lama-lama, rasa marah karena
dipermainkan bisa meledak juga tampaknya. Mmmmhh………
Untunglah niatan untuk belajar menjadi
lebih sabar masih tertanam di lubuk hati. Alih-alih hatiku nantinya yang akan
menjadi lelah dan sedih karena harus marah, aku mengancam kalau ia tak menurut
juga, akan kutinggal sendiri. Lagipula, kupikir percuma memarahinya sekarang,
ia sedang senang menggoda mamanya, mungkin segar sekali sehabis mandi? Aku
menghentikan usaha memakaikan baju dan berlalu ke kamar mandi, sambil
menenangkan diri dan memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci. Tiba-tiba timbul keisengan
untuk mengetahui apa gerangan reaksi anakku, kalau aku acuhkan dan benar-benar
menghilang. Aku pun masuk ke kamar mandi. Pintunya kubiarkan terbuka sedikit
dan mematikan lampunya.
Ketika mulai menyadari aku tak ada
disampingnya, Jilannisa mulai memanggil dan mencari keseluruh pelosok
apartemen.
“Mama…? mama doko? (dimana)……?”, suaranya masih PD. Tapi ia tak melihatku dimanapun.
Awalnya masih dengan suara menggoda. Tapi ketika tak menemui
siapapun, suaranya pun mulai berubah perlahan, menjadi terdengar pelan, ragu
bercampur cemas…
“Ma....ma…..”, . Tampaknya mulai merasa kehilangan.
Ia mencariku ke toilet di sebelah kamar mandi, lalu balik lagi ke ruang tengah, setengah berlari.
“MAAAMAAAA…….nnggghhh…..”, terdengar suara yang mulai ingin menangis.
Tak jua menemukanku, ia muncul kembali
mendekati kamar mandi. Bayangannya jelas terlihat olehku dari balik pintu. Aku
menunggu.
berhasil menemukanku beberapa saat kemudian setelah mencoba memeriksa
dengan mendorong pintu kamar mandi. Dipeluknya aku dengan lega. Aku
keluar dengan senyum sambil berlagak seolah tak pernah terjadi apa-apa.
Bedanya sekarang, aku bisa memintanya memakai baju dengan mudah, tanpa
kendala sedikitpun (hi hi hi).
Ah, rupanya peristiwa itu sangat berbekas baginya.
***
Anakku
sayang, belahan hati…,aku jadi ingat perkataan para ahli bahwa pada
anak-anak seusiamu sekarang, daya ingat sangatlah berkembang optimal.
Ah, aku harus lebih hati-hati, lebih banyak belajar dalam bersikap,
lebih bersabar dan mendekatkan diri pada Allah. Agar aku bisa, agar aku
dapat mengisi hari-hari indah tak ternilai bersamamu dengan benar…
Doakan juga mamamu ini ya nak…
Kanazawa
Henny Herwina Hanif