Friday, May 23, 2008

Resensi GANS di Tabloid GENTA ANDALAS

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Other
Author: e_abi, GENTA ANDALAS
Siang itu ruang shalat jurusan Biologi FMIPA UNAND bagian wanitanya amat penuh. Melihat ruang shalat pria sedang sepi dan tak berpenghuni seorangpun, aku tergoda untuk melangkah kesana. Walau dihati terniat untuk shalat disana saja, masih terhalang oleh rasa ragu akan nasibku jika para pria berdatangan. Karena ruangan tak begitu besar, kehadiranku yang melanggar aturan tentu hanya akan membuat kekacauan. Sekalipun alasannya untuk shalat he he.

Sekilas, aku melihat sebuah tabloid di atas sajadah yang kosong. Setelah kuraih dan sedikit dibolak-balik, mataku menemukan gambar buku Getar Asa Negeri Sakura (GANS), di buletin mahasiswa itu. Suatu kebetulan? Hm, Alhamdulillah lebih patut kulafazkan di hati.

Apapun alasannya, yang pasti aku berubah menjadi mensyukuri ruang shalat wanita yang penuh dan kakiku yang tak sengaja telah melangkah ke ruang shalat pria ini, yang mengantarkan aku pada resensi GANS yang telah lama kutunggu-tunggu. Waah, apa ya komentar mahasiswa UNAND tentang buku pertama FLP JEPANG dimana aku banyak mengenal dunia kepenulisan ini ? Baca sama-sama yuuk...

Resensi GANS di Tabloid GENTA ANDALAS, Edisi XXIX, Mei 2008

Judul Buku : Getar Asa Negeri Sakura
Penulis : FLP Jepang
Penerbit : Lini Zikrul Remaja
Tebal : 176 halaman


KEINDAHAN CINTA MUSLIM SAKURA

Keteguhan iman, cinta dan kasih sayang. Mungkin itulah kalimat yang tepat dilontarkan bagi umat muslim di negeri sakura, beribadah di negeri orang dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda. Dapat dikatakan bahwa itu merupakan ujian yang cukup berat. Belum lagi banyaknya informasi dari berbagai media yang menyudutkan Islam, menimbulkan tantangan tersendiri bagi mereka untuk tetap pempertahankan akidahnya. Dengan penuh kesabaran dan tawakal kepada Allah SWT, mereka berusaha untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat yang mayoritas non-muslim.

Buku yang ditulis FLP Jepang ini mengisahkan kehidupan umat muslim di Jepang. Walaupun perbedaan agama begitu kental,mereka berupaya untuk saling menghargai satu sama lain. Ini merupakan suatu bukti keharmonisan hidup mereka. Kehidupan ekonomi yang pas-pasan tidak membuat mereka berpaling ke jalan yang lain. Justru pahitnya kehidupan memperkuat iman mereka. Getirnya kehidupan di negeri orang dilewati dengan kesabaran. Bahkan, ajaran Islam tidak luntur oleh derasnya godaan yang selalu menerpa dalam menapaki kehidupan setiap harinya. Kemandirian dan istiqomah umat muslim disana mencerminkan kepribadian Islam yang sesungguhnya.

Kalimat yang dirangkai begitu lugas mampu membawa pembaca merasakan apa yang mereka rasakan. Hanyut dalam tiap lembaran kisah hidup yang dapat dijadikan teladan dalam menjalani hidup. Kisah hidup yang penuh cinta, kasih sayang, mandiri, dan kesabaran memberikan aspirasi dan semangat baru bagi yang membacanya. Selain itu, pembaca juga deperkenalkan dengan budaya Jepang yang dikenal dengan istilah kairetsu yang mendeskripsikan kemandirian, keuletan, dan tingginya sikap saling menghargai yang dimiliki oleh penduduk Jepang.

Alur cerita disertai dengan beberapa istilah Jepang yang umum digunakan. Selain memetik hikmah dari kehidupan muslim disana, kita juga diajak berbahasa Jepang. Di akhir halaman juga diselipkan tips-tips ”how to get scholarship from Japanese foundation”. Banyak manfaat yang dapat kita rasakan. Bak kata pepatah “sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”.

--------
Alhamdulillah, setelah bertanya sana-sini, pihak perpustakaan yang punya beberapa eksemplar berbaik hati menghadiahkan tabloidnya untukku. Sayang, aku tetap belum berhasil menemukan nomor telepon redaksinya. Padahal ingin sekali sekedar berterima kasih dan menanyakan nama asli peresensinya. Terima kasih Genta Andalas, semoga menjadi pahala..Amin...

Monday, May 19, 2008

Hingga Silaturahmi Terjalin Indah (GANS di Hati Pembacanya (3))

Setelah mendengarkan bedah GANS yang memukau dan mendapat hadiah puisi dari Prof Satni Eka Putra yang membuatku takjub serta tak henti-hentinya bersyukur, sesi kedua acara Bedah GANS pada acara Pesta Buku dan Pendidikan Minangkabau kembali dilanjutkan dengan mempersilahkan hadirin yang ingin bertanya atau berkomentar.

 

Randi Wahyudi dari FLP Sumbar minta diberi gambaran cara menerbitkan tulisan menjadi buku dan penjelasan tentang alasan penolakan GANS sebelumnya oleh penerbit berbeda. Fitri, gadis manis dari Fakultas Ekonomi UNAND, ingin dijelaskan lebih jauh mengenai tips and trick mendapatkan beasiswa ke Jepang. Melisa Fitri dari Jurusan Bahasa Jepang Universitas Bung Hata Padang, menjadi penanya terakhir dalam acara Bedah GANS. Hampir sama dengan komentar sebelumnya, walau kuliah di Sastra Jepang, ia merasa sangat sedikit mendapat informasi tentang kehidupan di Jepang yang lebih spesifik seperti pada GANS. Gadis berkerudung ini  ingin tahu lebih banyak tentang bagaimana perjuangan sebagai muslimah di Jepang. 

 

Acara bedah buku GANS diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan dari Zikrul Hakim kepada moderator dan pembicara. Masing-masing mendapatkan bingkisan bermotif mawar merah dari Pak Joni sebelum kembali membaur dengan semua hadirin. Sekali lagi aku dipanggil MC ke panggung, kali ini untuk Soft Launching buku Persembahan Cinta, mewakili para penulis dan penyuntingnya Teh Pipiet Senja. Secara singkat kujelaskan gambaran tentang buku tersebut, kumpulan curhat pasangan suami istri yang penuh dengan cinta dan pengertian mendalam tentang pasangan hidup. Buku ini dipersembahkan oleh 30 penulis dari berbagai negara (antara lain dari Perancis, Mesir, Singapura dan Indonesia). Dua orang penulis FLP Jepang juga terlibat didalamnya, yaitu aku sendiri dan Mba Aan Wulandari, PJ Sakura Project 1 FLP Jepang. Pak Joni kemudian melanjutkan dengan Launching buku Ungu Pernikahan, yang disunting oleh Pipiet Senja, Titi Said dkk.

 

Sesaat setelah mempersilahkan kami turun panggung,  MC mengumumkan pemenang doorprize yang berhak mendapatkankan buku GANS secara gratis dari Zikrul. Tinggal beberapa langkah lagi sebelum mencapai tempat duduk, aku dicegat oleh para pembeli buku GANS yang sedemikian rupa telah membentuk antrian untuk meminta tanda tanganku sebagai perwakilan penulis di GANS. Aku dipersilahkan duduk di kursi panitia disamping panggung dengan sebuah pena yang telah disiapkan kru Zikrul. Aku membayangkan tugas seperti ini tentu telah dilakukan berkali-kali oleh para penulis profesional seperti Teh Pipiet Senja atau Mbak Helvy Tiana Rosa, serta berderet nama beken lainnya. Hla, aku?

 

Antara percaya dan tidak dengan kenyataan di depan mata, aku telah duduk dan menyapa ramah para pembeli GANS, berterima kasih dan berusaha memikirkan pesan terbaik yang bisa kukarang saat itu. Seharusnya menulis apa ya diatas tanda tanganku? Benar-benar aku tak mempersiapkan diri untuk episode setelah bedah buku seperti ini. Kepikiran pun tidak pernah. Apa boleh buat. Dengan semangat mewakili rekan penulis lainnya di GANS dan harus profesional, kugoreskan pena diatas lembaran buku yang telah dibuka oleh setiap pemilik barunya didepanku.

 

”Arigatou.... Sensei, itsuka... sodang shitemo yoroshi desuka?” tanya  Ibu Nanda, guru bahasa Jepang disalah satu SMU terkenal kota Padang.

 

”Ibu, minta tanda tangannya ya...? Itu..... artinya apa Bu? tanya seorang siswa SMA yang jadi agak bingung ketika kugores bukunya dengan hiragana.

 

”Cari sendiri ya ..he he”, godaku.

 

”Uni..selamat ya...., kalau Uni diundang ke Bengkulu, bersedia bukan?” tiba-tiba seorang pemuda bertanya padaku sambil menyodorkan dua buah GANS.

 

Aku menatapnya sambil memutar otak, rasanya belum pernah melihat pemuda itu.

 

”Ini rekan kita Elzam, ketua FLP Bengkulu Buk..”, jelas Fauzul, sekjen FLP Sumbar yang mendampinginya.

 

” Oooo.....?, oh ya!, tadi pagi Fauzul sempat bilang lewat sms ya..? Terima kasih sudah datang diacara kita Elzam! Jadi semacam ajang silaturahmi FLP nih ya.....he he !, InsyaAllah jika waktunya bisa disesuaikan, dengan senang hati...”, aku menjawab ramah sambil terus berfikir.

Kenapa gerangan aku ingin diundang oleh ketua FLP Bengkulu? Hm..., tentulah untuk bersilaturahmi sambil sharing pengalaman? Tapi bagaimana mengatur waktu dengan setumpuk pekerjaan dikampus? Hm....

 

”Selamat ya Buk...?” Fauzul , mahasiswa ekonomi yang baru kukenal di FLP Sumbar bulan lalu itu tersenyum senang.

 

Fauzul telah membantuku mencari tokoh yang bersedia menjadi pembedah buku GANS, yang mengirimkan file puisi untuk acara selingan dan pembuka. Fauzul juga yang datang paling awal untuk persiapan di lokasi acara. Fauzul dan rekan-rekannya, aku banyak berhutang budi pada mereka.

 

”Berkat kerjasama kita semua Fauzul, Alhamdulillah...., Makasih banyak ya....”, aku benar-benar beruntung dipertemukan dengannya.

 

Setelah memberikan ”goresan sakti dari negeri sakura” di halaman pertama beberapa buku GANS lainnya, Elzam dan seorang temannya yang juga dari Bengkulu meminta kesediaanku untuk berfoto bersama. Didampingi para pengurus dan anggota FLP Sumbar, kamipun berbaris rapi untuk dijepret. Yah, dokumentasi foto begini juga perlu sekali, apalagi untuk laporanku ke Jepang nanti he he....(kameraku? Oh...ia telah tiba-tiba rusak sesaat sebelum acara dimulai… hiks).

 

”Mbaaak...., buku aku juga ditanda tangani doong...!” Rina, gadis PR panitia pesta buku yang spesial datang dari Jakarta inipun ternyata tak mau ketinggalan, berteriak sambil sibuk berbenah untuk acara berikutnya, Bedah Buku Aisyah dilokasi yang sama.

 

”Iya saaay..., untukmu special, bukunya khusus dari aku aja ya...! kerja dulu sana!” balasku sambil melambai padanya.

 

Malamnya, saat kuceritakan melalui sms mengenai jalannya acara pada Teh Pipiet Senja yang merupakan penyunting akhir GANS dan berterima kasih atas kesempatan yang telah beliau berikan sehingga aku mendapatkan berbagai pengalaman berharga, seperti biasa Teh Pipiet membalas smsku dengan ceria:

 

”He he he,  daku ikut bahagia dinda! Ternyata nikmat ya jadi penulis?" balasnya. 

 

(bersambung)

Tuesday, May 13, 2008

PUISI SANG PROFESOR (GANS Di Hati Pembacanya (2))

Ditengah kesibukan mempersiapkan acara di depan Gedung Bgd. Aziz Chan Padang Sabtu sore itu, sempat kuperhatikan bahwa Bedah GANS kali ini dihadiri juga oleh media cetak (Padang Ekspres) dan elektoronik (Padang TV) yang langsung beraktivitas di lokasi acara. Beberapa guru SMA kenalanku, Para aktifis FLP Sumbar yang telah kukenal wajahnya, Dr. Ratni dari Fak. Ekonomi yang akan menyumbangkan pembacaan puisi juga telah muncul diantara pengunjung lainnya yang telah mulai duduk memenuhi kursi yang tersedia.

 

Seorang Profesor senior dari Jurusanku Biologi, juga menyempatkan diri untuk hadir. Aku merasa tersanjung dengan kedatangan Profesor yang juga mantan pejabat yang masih sibuk dengan LSMnya ini, Prof. Satni Eka Putra. Sebentar lagi memasuki masa pensiun ternyata tak membuat beliau kekurangan semangat untuk beraktifitas dan memberikan apresiasi pada kegiatan kami kali ini. Kesan  sebagai seorang akademisi tulen terlihat jelas dari penampilan beliau, meskipun sore itu beliau tampil memakai baju dari bahan kaos berwarna coklat berlurik yang santai. Pak Ronidin dan Pak Joni-Zikrul Hakim kuminta mendampingi Prof Satni duduk di bangku terdepan. Sebuah buku GANSpun dihadiahkan untuk beliau baca.

 

Setelah Pak Ronidin menjabarkan bedahannya tentang GANS, Dr.Ike moderator kita segera membuka sesi diskusi. Sesi pertama diberika kepada empat orang untuk bertanya atau berkomentar. 

 

Seorang ibu guru muda yang bernama Lidya, mengaku membaca GANS karena kakaknya membeli buku tersebut sebelumnya. Ia membacanya tanpa sepengetahuan sang kakak yang sedang keluar kota dan menjadi sangat terkesan. Sebelumnya Lidya hanya mendapat gambaran tentang Jepang melalui film seri OSHIN dan buku Kapas Kapas di Langit-nya Pipiet Senja. Pertanyaannya ditujukan kepadaku, terutama mengenai sistem pendidikan di Jepang, dan bagaimana caranya para penulis mengambil hikmah dari kehidupannya untuk dituangkan dalam bentuk tulisan.

 

Selanjutnya Syamsul Bahri, mahasiwa IAIN Imam Bonjol bertanya padaku (mereka memanggilku Uni Henny), tentang apa alasan atau sebab aku mulai menulis, dan apa triknya membuat cerpen (Syamsul belum membaca GANS sebelumnya).

 

Alex, seorang dosen muda dari Fak. Sastra UNAND menanyakan apakah ada pendekatan yang bersifat dakwah islami di GANS, sementara ia punya teman yang sedang berada di Jepang dan selalu berkomunikasi lewat email, sangat kesulitan mendapatkan makanan halal, dan nyaris jadi vegetarian (Alex juga belum membaca GANS sebelumnya).

 

Selanjutnya Zul Afrita dari FLP Sumbar menyebutkan bahwa sebelum GANS, informasi yang diterimanya tentang Jepang, tak jauh dari masalah politik, ekonomi dan teknologi belaka. Jadi GANS amat bermanfaat baginya karena dapat memberi pengetahuan baru mengenai sisi kehidupan lainnya di Jepang. Lebih jauh Zul mempertanyakan motivasi menulisku.

 

Hampir semua pertanyaan ditujukan kepadaku namun untuk menjawab pertanyaan Alex, kuberbagi dengan Pak Ronidin, karena dari materi bedahannya tentang GANS kuperkirakan beliau juga sudah tahu betul, bahwa banyak sekali muatan dakwah dan informasi keislaman di Jepang yang terkandung didalam GANS. Sedikit beliau mengulas kembali tulisan mengenai berpuasanya keluarga Mba Rose Firdausi dalam Semoga kujelang Lagi, pertimbangan untuk mengkonsumsi makanan halalnya Mba Rieska dan Mba Gina Kumara  melalui Strawberry Cake dan Halal, serta beberapa contoh lainnya. Sedangkan pertanyaan Lidya, Syamsul dan Zul Afrita kuusahakan untuk dijawab sekaligus dalam beberapa poin. Bahwa tulisan di dalam GANS adalah kumpulan kisah dan bukan cerpen, sempat dijelaskan Pak Ronidin saat menjawab pertanyaan Alex.

 

Semakin sore, peserta bedah buku semakin tampak antusias. Sementara waktu yang terbatas membuatku mulai cemas karena setelah GANS, akan dibedah pula buku Aiyah dari penerbit Pena. Dengan kode mata dari mba Rina (panitia pesta buku) yang berarti masih aman, kami sampai pada sesi kedua. Moderator kembali memberi kesempatan pada empat orang berikutnya untuk bicara.

 

Prof. Satín Eka Putra yang mengangkat tangan segera diberi kesempatan berikutnya oleh Dr. Ike.

 

” Silahkan Prof...” ujarnya dengan senyum manis.

 

Prof Satni berjalan menuju mikropon.

 

”Saya tidak akan bertanya, tetapi menyampaikan kesan. Saya baru membaca dua kisah di dalam GANS yang dihadiahkan Pak Joni, Mata Hati dari Abu Aufa, dan Saputangan Untuk Aceh-nya Henny. Saya pilih membaca tulisan itu dulu, terutama karena Henny yang mengundang saya kesini. Saya sangat terkesan dengan Henny dan rekan-rekan. Saya belum pernah ke Jepang, tapi ke negara lain didunia telah beberapa kali. Saya punya banyak rekan yang juga bersekolah diluar negeri, tapi yang kembali dengan membawa kesan mendalam dan dituangkan dalam tulisan yang indah dan bermanfaat bagi orang banyak seperti Henny cs. baru saya temukan hari ini!”

 

Hadirin bertepuk tangan. Aku mendengarkan setiap perkataan pak Satni dengan dada bergemuruh. Entah apa namanya perasaan seperti ini. Ada rasa takjub, haru dan syukur.

 

”Sempat saya membuat coretan kecil dibagian belakang poster yang saya terima, maka dengarkanlah puisi yang saya persembahkan untuk para penulis GANS!”, Prof Satni melanjutkan.

 

 

Kini Kuberi

 

Di ufuk mentari pagi

Semilir angin sepoi bernyanyi

Sakura wangi berseri

Kusentak lelap kuhanyut mimpi

 

Kurentang langkah

Kumelangkah

Berlari dan berlari lagi

Mendapat yang kucari

Tidak disini

 

Kini kukembali

Kini kuberi

Kini kudisini

Kuberi yang kuisi, untuk berbagi

 

”Puisi ini untuk menghargai kreativitas para penulis GANS!” ujar Prof Satni.

 

Hadirin kembali bertepuk tangan. Aku tak mampu berkata-kata. Kulirik Dr. Ike dan Pak Ronidin penuh arti.

 

Prof Satni,  beliau adalah bagai Bapakku yang paling senior di Biologi, seorang ahli Perilaku Hewan, Pengendalian Hama, jauh dari dunia seni, dan hari ini beliau sudi datang dan  duduk di depan kami pembicara, membaca GANS, lalu sempat pula menuliskan puisi dalam hitungan menit untuk para penulis GANS. Sahabat, bisakah dikau membayangkan bagaimana perasaanku saat itu? Ingatanku kembali terbang pada Mba Nesia, Mba Irma, Pak Adi, Pak Ferry, Mba Aan, Amba Ulya......dllnya, sahabatku di FLP Jepang.... 

Sahabat dengarlah! sahabat  lihatlah!  apa yang terjadi di depanku kini...aku mengadu pada para sahabatku di dalam hati, ingin mencurahkan rasa yang berkecamuk.

 

”Saya lanjutkan lagi”, sambung Prof Satni menyentakkanku.

 

Kusemai Kutuai

 

Kutapaki tangga ketiga

Kutatap mentari, kupungut sakura

Kuhadang badai, tak bereaksi

Kuisi pundi, tak berisi

 

Kugapai capai -sampai

Kusemai-kutuai

Kubelah-kupilah

Kulebur-kutabur

Kubawa kupanjat doa

Buat nusa, agama dan ayah bunda

 

Padang, 3 Mei 2008

Satni Eka Putra (ttd)

 

Prof Satni kemudian langsung menyerahkan kertas coretan puisinya ke  atas panggung sambil menyalamiku, Pak Ronidin dan Dr. Ike.

 

Betapa aku ingin mengatakan sesuatu yang berarti bagi beliau, namun yang keluar dari bibirku hanya tiga kata itu saja.

 

"Terima kasih Pak...", ujarku takzim.

 

Dan mataku menghangat lagi.

 

(bersambung)

Friday, May 9, 2008

GANS di PADANG EKSPRES

Rating:★★★★
Category:Other
PADANG EKSPRES, Senin, 5 Mei 2008: METROPOLIS: BEDAH BUKU;

Sub Judul : GANS "Dibedah"

Forum Linkar Pena Jepang mempersembahkan buku Getar Asa negeri Sakura
(GANS) penerbit Zikrul Hakim. Buku yang dilengkapi tips dan trik untuk
mendapatkan beasiswa ke Jepang ini, Sabtu lalu di bedah oleh dosen
Fakultas Sastra UNANd Ronidin.

Penulis buku ini, Abu Aufa, Rose Nakamura, Irmayanti, Nesia Adriana,
Arida Istiarti, Rieska Octavia, Ulya Zulmadji, Ari Aji Astuti, Yuliani
Lupito, Ummuthoriq, Aan Wulandari, Ivandini Tribidasari, Henny
Herwina, Adi JM, Hermin Wicaksono, Mulla Kemalawati, Astarina Laya dan
Seriyawati.

"Buku ini mengisahkan kehidupan sehari-hari mahasiswa muslim dan
muslimah yang kuliah di negara Jepang dan merupakan hal yang biasa.
Namun, ketika ditulis dalam sebuah buku menjadi luar biasa dan
menggetarkan," kata Ronidin.

Di buku ini, sebut Ronidin, menggambarkan situasi melaksanakan puasa,
jilbab, shalat ditengah ketidakpedulian orang Jepang terhadap
agama, etos kerja hingga kepedulian orang Jepang terhadap gempa dan
tsunami yang melanda Aceh, desember 2004. "Kisah yang dituang dibuku
ini menggetarkan jiwa," lanjutnya.

Salah seorang penulis dalam buku ini dengan Judul Saputangan Untuk
Aceh, Henny Herwina menuturkan, buku ini sempat ditolak penerbit,
namun setelah diperbaiki dan disempurnakan, Alhamdulllah buku ini
berhasil diterbitkan. "Kehadiran buku ini sebagai bentuk keharmonisan
FLP Jepang," sambung Henny, yang juga dosen FMIPA UNAND ini (ril).