Subuh baru saja
menyapa. Kulirik jendela yang terbuka dan hanya di tamengi jaring plastik
penghalang serangga. Suasana khas musim panas di negeri sakura, negeri ninja,
tempat aku, suami dan gadis kecilku tinggal sementara. Ya, aku adalah seorang
pelajar asing di negeri ini. Seringnya, kemanapun kumelangkah, siapapun yang kutemui,
bahkan apapun yang aku lakukan, selalu berakhir dengan kata “Indonesia”.
Indonesiaku,
Sudikah kau
mendengar cerita sederhanaku pagi ini? tiba-tiba aku ingin berbagi denganmu…
Ketika pertama kali aku
berkenalan dengan tetangga, masyarakat kampus, mengisi formulir di kantor
pemerintahan dan sebagainya, dengan sadar kukatakan dan kutuliskan dirimu: Indonesia.
Sepintas mungkin tak ada yang istimewa dengan semua itu. Tapi bagiku, kau istimewa
dan selalu dekat dengan hari- hariku, walau aku telah bertahun tahun jauh
darimu.
Di laboratoriumku,
Lab Ekologi. Fakultas Sains, Universitas Kanazawa, setiap hari aku harus
berjuang menjadi “anak baik” dalam segala hal. Bagaimana tidak, jika setiap
perkataan dan tindak tandukku, bagi sebagian besar teman-temanku yang
berkebangsaan Jepang, diartikan sebagai dirimu?
Ketika salah seorang
diantara kami yang berasal dari Indonesia (saat ini 9 orang dari 30 anggota lab)
lupa mematikan lampu salah satu ruangan, namamu dibawa-bawa. Mereka dengan
leluasa lalu berpendapat, Indonesia
tak hemat energi. Ketika lupa mengunci pintu, mereka bilang, “Indonesia tak
hati-hati”. Ketika bicara tentang lingkungan dan penghijauan, tanpa berfikir
mengatakan “Wah, orang Indonesia
tak begitu peduli pada lingkungan ya…”. Ketika kutanya alasannya berkata
begitu, mereka lalu menghubungkannya dengan kebiasaan lupa mematikan lampu. “???..." Walaupun di
dalam hati aku juga menyanyangkan perhatian yang belum begitu besar pada
lingkungan di negeri sendiri, yang menimbulkan himbauan dan protes dari kanan
kiri.
Ada yang lebih
menarik. Seorang teman wanita yang duduk disampingku ketika memakan bekal makan
siangnya mendapat komentar begini: “Wah merah ya saus spagetinyanya…, Indonesia
memang makanannya begini ya…merah, pedas dan diaduk-aduk..?”, mata sipit
seorang temanku hampir tak kelihatan karena ekspresi berfikirnya. Saat itu, tak
ada jalan lain bagiku, selain memberinya sedikit pidato tentangmu. Betapa
Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan bahasa, aneka budaya, aneka
makanan dan kebiasaan, Bhineka Tunggal Ika…bla bla…. Tak tahan juga dengan
kebiasaan mereka mengeneralisir segala perbuatan individu menjadi seolah
perbuatan sebuah bangsa. “Kasihan Indonesia, tolong berfikir yang …”,
kataku memporotes, bila ada kejadian serupa. Dari pengalaman-pengalaman itu,
aku dan teman-teman menjadi sadar, apapun yang aku lakukan, kemanapun
melangkah, kau juga selalu ikut bersamaku: Indonesia.
Tak sedikit pula
yang memuji, terutama keindahan Bali atau Borobudur, lalu mereka akan bercerita
tentang tempat rekreasi, makanan istimewa dan kunjungan berkali- kali. Setiap
orang dengan pendapatnya sendiri. Tapi akhirnya tetap satu yang ku sadari, apa pun
yang aku katakan dan lakukan, bagi bangsa lain, aku adalah merupakan perwakilan
dari dirimu. Mereka melihat dirimu lewat aku dan jutaan manusia Indonesia
lainnya di mancanegara.
Tanah airku…
Begitu juga saat
bencana national menerpa tanah rencong, dengan berbekal pengetahuan dari dunia
maya, aku dan teman-teman berusaha sebisanya menjadi wakilmu dilingkungan
kecilku. Ketika ada yang ingin tahu, ketika kata-kata simpati berdatangan
untukmu. Walau aku belum pernah menginjakkan kaki di bumi Aceh, namun dirimu
membuatku merasa satu…, ikut larut dalam derita dan kedukaan…
Tumpah darahku,
Walau jauh, aku
tetap mencari berita tentangmu dengan berbagai cara, ada televisi dan dunia
maya. Ikut bersemangat ketika pesta demokrasi dalam prosesnya. Ikut bersorak
bersemangat ketika namamu diharumkan putra bangsa di arena olahraga. Ikut
bangga dengan aneka prestasi anak negeri. Ikut menangis, ketika diberbagai
sudut negeri terjadi bencana, keadilan yang belum merata. Aku berdoa agar suatu
hari, dirimu semakin membaik dan bertambah dewasa.
Pagi ini, 60 tahun
sudah dirimu merdeka, ada sentuhan lembut dihatiku, mengenangmu pertiwi…
Aku rindu suasana
hari Senin disekolah dasarku, dimana dulu selalu ada upacara bendera. Terkadang
ada canda, tapi selalu ada kehidmatan ketika merah putihmu digeret menjulang
keangkasa. Apakah adik-adikku masih ikut merasakannya? Ternyata aku masih saja
ketinggalan banyak berita.
Masih akan adakah
siaran langsung upacara nasional di televisi ? Putra putri terpilih mencium
sang saka di istana negara? Adakah suasana meriah perayaan kemerdekaan masih
terasa sampai ke sudut-sudut desa?
Terkenang pada tepat
10 tahun yang lalu, kuberjalan mengikuti napak tilas angkatan 45, berbincang
dengan para sepuh yang mengenang saat berjuang mempertahankan kemerdekaan, yang
masih kuat dan bersemangat, merasakan aliran kecintaan mereka padamu, yang
masih terasa dikalbuku sampai detik ini
Dan Indonesiaku,
Aku salah seorang anak
negerimu, masih saja disini, terbentang jarak denganmu. Tak ada upacara
dilingkunganku. Tak ada merah putih yang akan perlahan naik di tiang dan
kutatap dengan haru.Tak ada acara spesial pada saat detik-detik proklamasi jam
10 nanti. Apalagi diskusi tentang kemerdekaan dan bagaimana kita mengisi. Tapi
percayalah. Rasa cintaku tetap setulus dulu. Semurni masa kanak-kanakku. Dalam
sedih aku merindu. Berdoa untukmu negeriku. Semoga langkah seluruh anak negeri
ditunjukiNya. Bersatu padu, terus berjuang demi keadilan dan kesejahteraan bangsa,
diseluruh pelosok Nusantara.
Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan Jaya
Indonesia sejak dulu kala
Slalu dipuja puja bangsa
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung dihari tua
Sampai akhir menutup mata…
Kini tak semua kata
dalam lagu itu keluar dengan sempurna dari memoriku. Bait-bait lagu yang akrab
di masa kecilku.
Tiba-tiba aku amat
merindumu, Indonesiaku, tanah airku, tumpah darahku…
Dan percayalah,
kutunggu benar saat itu.
Saat untuk pulang
padamu.
Membangun negeri,
dari dusun kecilku.
Dirgahayu Indonesiaku!
Salam cintaku
untukmu
Merdeka!
Henny Herwina Hanif,
Kanazawa, 17 Agustus 2005
Keterangan: Foto diambil saat peragaan busana daerah, di acara Indonesian Charity day Kanazawa, Februari 05