Wednesday, July 13, 2005

Saputangan untuk Aceh














 Tiba-tiba saya diminta memberikan pidato dalam sebuah
pertemuan pejabat antar Universitas di provinsi Ishikawa, yang dihadiri pula oleh wakil
dari pemerintahan, pengusaha maupun organisasi kemasyarakatan dalam rangka
pembuatan kebijakan mengenai pelajar/mahasiwa asing di daerah ini. Petugas dari  seksi internasional
Universitas Kanazawa  yang menelepon
saya mengatakan, isi pidatonya boleh apa saja, kesan, pesan, keluhan atau
permintaan saya kepada universitas dan pemerintah, selaku mahasiswa asing.
Syaratnya, harus dalam bahasa Jepang. Wuih, saya telah meninggalkan kelas
bahasa ini sejak tahun 2000 lalu…hm…




Walaupun
sebenarnya waktu saya sangatlah terbatas, setelah meminta
waktu satu hari untuk berfikir, akhirnya saya mengatakan kesediaan,
dengan syarat saya boleh bicara tentang Aceh/Tsunami di Indonesia.
Alasannya, sejak aktifitas
penggalangan dana terakhir February lalu, dan presentasi dalam acara lunch seminar Juni lalu, saya masih senantiasa menaruh
harapan
untuk bisa melakukan sesuatu bagi saudara kita disana. Kali ini, saya
berharap
dengan mempresentasikan Aceh, memperkenalkan keadaan sebelum dan
sesudah
tsunami serta keadaannya saat ini, akan lebih membuka mata mereka akan
situasi
sebenarnya dilapangan, memberikan informasi yang lebih jelas dari media
manapun
yang pernah mereka lihat, dan tentu saja, target akhirnya, akan lebih
banyak bantuan
untuk Aceh.




Kebetulan, saya pernah menulis sedikit tentang perhatian
masyarakat Jepang di provinsi Ishikawa terhadap musibah yang menimpa Aceh dan
telah diterjemahkan oleh sahabat saya dari Koran Yomiuri ke Bahasa Jepang,
jadi saya tinggal menambahkan dibeberapa bagian, maklum, kemampuan bahasa Jepang
saya sangatlah terbatas. Sayapun masih menyimpan dengan hati-hati file vidio
tentang tsunami yang dibuat  dengan
sangat luar biasa oleh rekan PPI Hiroda, serta naskah Surat untuk Aceh
yang ditulis
saudara Yayan Suyana dan Inoue Miki dari Chiba University yang pernah
kami
dapatkan dalam aktifitas pengumpulan dana sebelumnya. Hasil wawancara
singkat lewat telepon dengan Pak Nasrullah di Fukui yang baru kembali
dari Aceh untuk persiapan presentasi sebelumnyapun masih melekat
dibenak saya. Mungkin juga karena Pak Nasrullah sempat heran kenapa
saya akan mempresentasikan Aceh dengan berbagai persiapan, dengan cara
kembali menanyakan apa spesialisasi atau jurusan saya di kampus. Saya
hanya tertawa waktu itu, sambil berfikir, apakah orang dari science
akan terlihat agak aneh kalau ingin ikut kegiatan berbau sosial ? Yosh
!, Saya harus bisa
memanfaatkan kesempatan ini…




Alhamdulillah, presentasi berjalan dengan lancar. Saya
memang bicara tanpa beban, kecuali niat yang tulus agar ini akan ada gunanya
bagi Aceh. Tampaknya “kenyataan” yang saya paparkan lewat video dan pembacaan
narasi penuh perasaan tentang Aceh sebelum dan setelah tsunami, diakhiri dengan
kesan yang tak terlupakan dan rasa terimakasih akan perhatian warga Ishikawa
pada para korban tsunami yang ditunjukan oleh anak-anak, pelajar, orang tua dan segala
lapisan masyarakat yang begitu besar sehingga membuat semua orang merasa satu dalam solidaritas, cukup mengena.




Memang, adalah sangat menyentuh bagi saya  ketika
mengingat lagi seorang anak kecil yang datang
pada kami ditempat pengumpulan sumbangan bagi Aceh di musim dingin January lalu.
Diantara salju yang putih, ia datang kehadapan kami dan ingin
menyumbangkan semua uang yang ia miliki, bahkan sekaligus dengan
celengannya. Padahal
tentulah ia telah menabung dengan susah payah, berharap membeli sesuatu
dengan
menyisihkan uang sakunya. Tapi hari itu, ia merelakannya... bagi Aceh
(Kami bahkan tak tau siapa namamu adik kecil...)




Kekagetan,
ketika kami menerima sumbangan dalam jumlah
sangat besar dari seorang pelajar, yang walaupun sudah diingatkan,
tetap ngotot
mau memberikan, dengan alasan ia benar-benar niat ingin membantu para
korban
Tsunami. Keterharuan, ketika seorang kakek renta yang tertatih membawa
sepedanya ke posko kami dalam dingin, lalu dengan susah payah
mengeluarkan ribuan dari dompet kusamnya...




 Belum
lagi banyaknya
perhatian, kata-kata yang lembut dan menghibur, sampai tangisan dan
pelukan simpati dari
masyarakat pada kami saat itu. Kontras sekali dengan kenyataan akan
tidak adanya
kebiasaan untuk mengungkapkan perasaan secara terus terang dalam
masyarakat
Jepang, apalagi sampai berupa tangisan atau pelukan simpati pada orang
lain.Seorang Ibu tak dikenal memeluk saya yang berjilbab, orang asing
dengan pakaian tak biasa menurut ukuran disini. Tapi ia tak perduli,
bertanya apakah keluarga saya baik-baik saja, betapa ia tak bisa
berhenti menitikkan air mata melihat berita tentang tsunami yang
dilihatnya di televisi. Saya asli Padang, putra Indonesia. Tapi
tampaknya bagi Ibu ini, saya adalah Aceh itu sendiri...Ya, niat kami
memang hanya berbuat sebisanya buat Aceh disaat itu...


Dari peristiwa itu saya menyadari, sebagai
manusia, ketika kita di pertemukan dalam cinta sesama, cinta dan kasih
itu akan menjadi begitu kuatnya, sehingga mampu menembus  dinding yang membedakan negara, agama,
maupun budaya.





             Masih
terdengar isakan beberapa orang ketika saya kembali
ke kursi yang disediakan (padahal mayoritas bapak-bapak). Seorang
professor wanita,
dengan mata merah basah, mengirimkan lembaran tisuenya pada saya, ia
tampak
berusaha keras menghentikan tangisnya. Saya sendiri, memang tak
terhindar dari mata
yang berkaca-kaca, lagi dan lagi. Tak lama setelah itu, saya mendapat
kiriman
saputangan
yang cantik sekali dari mejanya, dihadiahkan untuk saya. Saya
berterima kasih atas
kebaikannya dengan ucapan tanpa suara dan gerakan tubuh karena acara
masih berlangsung. Giliran setelah saya adalah pidato seorang
mahasisawa Komatsu asal Cina, yang bercerita tentang kesannya pada
kegiatan upacara minum teh. Saya pandangi kembali saputangan hadiah itu,
dan kembali,
kesedihan yang teramat dalam
menerpa…







Berfikir tentang Aceh




saudara kita yang kehilangan hampir semuanya




yang masih harus berjuang panjang menata lagi hidup


bertahan tinggal di rumah sementara


menyambung hidup dari bantuan yang sebenarnya hanya mampu untuk membeli satu bungkus nasi sehari





anak-anak yang masih harus sekolah secara darurat




para angkatan kerja yang butuh fasilitas dan kesempatan untuk
memulai lagi hari-harinya




para orang tua




para ibu




balita






Sementara saya masih belum bisa berbuat apa-apa




kecuali mencoba




berusaha mengetuk hati orang-orang yang saya jumpai




dalam setiap kesempatan yang diberikan olehNYA


berharap





mungkin ini akan ada hasilnya




mungkin juga tidak akan berarti apa-apa…




 




Kanazawa, 12 July 2005




 




皆さん、こんにちは。金沢大学のHenny Herwinaと申します。今から、日本で経験した忘れがたい話をお伝えしたいと思います。よろしくお願いいたします。





年の12月、私の故郷、インドネシア・スマトラ島沖で地震と津波が起こり、31万人以上が命を失ったり、行方不明者になったりしています。私はテレビや新
聞で故郷の変わり果てた姿を見て、少しでも地震の被災者の役に立ちたいと、インドネシアの留学生や日本人の学生たちと一緒に募金活動を計画しました。その
募金活動で、私はたくさんの人たちの暖かい心に触れるすばらしい経験をしました。




「スマトラの津波被災者のために、ご支援をお願いします」。1月上旬、私は金沢市
のデパートや金沢駅の前に立ち、募金活動を始めました。初日は、「遠いインドネシアで起こった地震のために協力してくれる人がいるのかな?」と不安でいっ
ぱいでした。しかし、予想は大きく外れました。雪の舞い落ちる中、精いっぱい声を張り上げて募金をお願いすると、たくさんの人が足を止め、募金箱にお金を
入れてくれました。また、募金活動に参加する学生も日増しに増えて行きました。インドネシアの留学生とその家族はもちろん、私の通う大学院の研究室の学生
たちも忙しい研究の合間に自主的に参加してくれました。





る日のことです。デパートの前に立ち募金活動をしているとかわいらしいガラスの貯金箱を抱えた6歳くらいの小さな女の子が私たちに近づいて来ました。小銭
がいっぱい詰まった貯金箱を私たちに手渡すとその女の子はにっこりとほほえみました。私たちは、大切そうな貯金箱を受け取ってもいいのか、少しとまどいま
した。なぜなら、その貯金箱には、その女の子が今まで一生懸命貯めてきたお小遣いが入っていたのですから。しかし、女の子の母親が近づいてきて「このお金
は、娘がおもちゃを買おうと貯めてきたものです。でも、テレビで津波の様子を見て少しでも被災者の役に立ちたいと思っているのです。受け取ってください」
と話してくれました。私は、こんなに小さな女の子が私たちの故郷のことを思ってくれるのかと思うと胸がいっぱいになりました。





方で、一万円札を手に募金に来てくれた高校生もいました。私は、「あの・・・、まだ学生でしょう?こんなにたくさんのお金本当にいいんですか?」と確かめ
ると、「私は本当に被災した方の助けになりたいんです」とお金を入れてくれました。また、ある中年の女性は私たちに近づき、私を抱きしめてくれました。
「家族は大丈夫でしたか?津波の被災者のことを思うと、涙がとまらなくなります」。そう話す女性にやさしく抱きしめられると、私は涙が止まりませんでし
た。





本では、感情を直接的に表現したり、抱きしめたりする習慣がないことは知っています。でも、今回の活動ではたくさんの日本人が私たちに優しい言葉をかけて
くれたり、涙を流しながら心配してくれたりしました。そして、国籍や宗教、習慣の違いがあっても、人間として思い合い、愛する気持ちを持てば、壁を超えて
一つになれるのだと気付きました。このすばらしい経験と日本人への感謝の気持ちは、私の心の中にいつまでも残ることでしょう。












Terimakasih
yang mendalam senantiasa untuk
seluruh keluarga besar Indonesia di Kanazawa atas kerjasama tanpa
pamrih yang telah terjalin, tempat saya belajar teramat banyak, PPI
Ishikawa, PPI
Hirodai, PPI Chiba,
Koizumi san (Yomiuri Shimbun), PPI Fukui, Kedubes RI Tokyo, NIC,
Kanazawa University dan semua  pihak  yang telah
berpartisipasi dalam penggalangan dana buat Aceh di Ishikawa.
















14 comments:

  1. mba Henny, baca ini membuat kita ingat kembali akan Aceh. Yah, rasanya saya hampir melupaknnya, padahal mereka sekarang tentu masih terseok menatap masa depan.

    salam,
    Aan

    ReplyDelete
  2. Kejadian itu memang sudah lebih setengah tahun ya Mba Aan...
    saya juga jadi banyak tahu tentang keadaan terakhir, karena harus siap dengan segala pertanyaan yang muncul jika diminta berbicara tentang Aceh. Menurut sumber yang sempat saya wawancarai, keadaan dilapangan masih memprihatinkan...

    Salam buat mba sekeluarga...,cu sikecil....

    ReplyDelete
  3. saya jg hampir melupakan tragedi aceh, apalagi dengan adanya ribut2 masalah pembagian bantuan dsb...membuat saya mudah beralih ke isu lain pdhl orang aceh masih menderita.

    Thank's karena teringat kembali :)

    ReplyDelete
  4. Mungkin karena dekat dan banyak isu lain, jadi perhatian kita gampang teralih kali ya mas Agung.
    BTW, headshot barunya beda banget, saya kira siapa he he

    ReplyDelete
  5. pangling ya....pasti karena keliatan lebih gemuk ^_^

    ReplyDelete
  6. Bener Uni...semoga cinta selalu tumbuh di antara kita, agar dunia bisa sembuh dari penyakitnya yang sekarang...
    Salut deh, buat presentasinya...

    ReplyDelete

  7. Seperti kata bunda, sesuatu yang disampaikan dari hati...semoga selalu sampai ke hati-hati yang lainnya ;-)

    Aku juga bangga pada tante! ;-D

    ReplyDelete
  8. Mba Henny, kita berada dalam semangat yang sama, Alhamdulillah! InsyaAllah ada buahnya Mba, amiin.

    Kami di UK sini terus menggalakkan penggalangan dana untuk Aceh, Nias dll melalui ICR (Indonesian Children Relief) sebuah charity yang didirikan oleh asli orang Indonesia (teh Nizma namanya) berkedudukan di London.

    Selama ini kan LSM2 di Indo menadahkan tangan ke LSM International asing (yg punya misi2 tertentu dibalik pemberiannya). Nah kami, punya konsep sebaliknya..., kenapa tidak warga Indonesia di UK juga menjadi fund raiser bagi NG02 di Indonesia?

    Mari terus berjuang utk saudara kita semampu kita, insyaAllah Tuhan menolong dan menjadi penyaksi kita!

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, Mbak Henny. Semoga niat tulus Mbak Henny akan membuka mata hati banyak orang untuk dapat melihat kebesaran Allah SWT melalui fenomena-fenomena di alam ini. Saya jadi teringat QS At Taghaabun : 11. "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".

    ReplyDelete
  10. Lebih dewasa kayaknya deh..., karena MP? he he

    ReplyDelete
  11. Iya Bunda...semoga...
    Terimakasih Bunda, presentasinya mungkin tidak special, hanya mencoba memaparkan kenyataan yang ada.

    ReplyDelete
  12. Benar sekali kata Bunda Faiz ya...tante baru sadar...
    Tante jauh lebih bangga pada Faiz ! sekeluarga....

    ReplyDelete
  13. Saya mendukung sekali usaha seperti ICR ini, di Jepang Persatuan pelajar Indonesia juga secara terpusat, maupun tidak, seperti berbagai keorganisasian lainnya giat menggalang dana atau memberi beasiswa bagi anak Aceh dan Indonesia umumnya.

    Karena kondisi dilapangan lebih kompleks dari yang diperkirakan, nampaknya hal ini harus secara berkelanjutan, tidak bersifat sementara...

    Terimakasih untuk dorongan semangatnya Ima sayang, ayo ...mari, dimanapun kita, terus berjuang...!

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah Mba Vita. Allah senantiasa hadir dengan segenap kebesarannya, bagi siapapun, bagaimanapun dan dimanapun kita berada. Semoga kita senantiasa termasuk orang-orang yang diberi petunjuk dan dibukakan hatinya. Amin....

    Terimakasih juga sitiran ayatnya Mba, saya juga ingin belajar agama lebih banyak seperti Mba Vita...

    ReplyDelete