Kubuka mukena yang setia bersamaku sepanjang malam ini. Kulipat tiga memanjang, lalu kulilitkan ke leher. Dengan begini kuberharap dapat melindungi kudukku dari hembusan angin malam. Angin yang menerobos masuk lewat jendela kamar yang sengaja kubiarkan terbuka. Udara yang lembab dan menggerahkan telah muncul sejak awal Agustus ini, pertanda dimulainya musim panas di negeri sakura. Sebentar lagi tentu aku tak akan tenang di dalam rumahku sendiri tanpa kipas angin. Tak akan ada AC di apartemenku yang sederhana dan bergaya tradisional ini. Tapi aku amat menyukai “rumahku”, terutama karena lokasinya yang tepat di bawah sebuah bukit kecil. Lalu dari jendela manapun kumenatap keluar, mataku akan bertumbukan dengan pepohonan dan herba. Kehijauan, pemandangan yang selalu membuatku tenang.
Kulirik hamparan futon (kasur tradisonal Jepang). Dua belahan jiwaku tengah terlelap diatasnya, bergaya bebas. Gadis kecilku telah merubah posisi tidurnya menjadi horizontal, kakinya melipat di pingir dipan yang membatasi. Ah, ia telah tumbuh semakin tinggi. Bagian tengah yang seharusnya menjadi wilayah tidurku kosong. Sang papa, suamiku, tidur secara vertikal di bagian yang lain menghadap ke arah ruang keluarga, dimana aku tengah berada. Terdengar dengkuran halus dari bibirnya, pertanda kelelahan kata orang tua. Memang, setelah selesai bekerja kemaren sore seperti biasa ia langsung menjemput putri kami di hoikuen (sekolah setingkat taman-kanak-kanak), lalu menyuapinya makan dengan nato (sejenis makanan khas di Jepang, terbuat dari kedelai) kegemaran anakku. “Hanya setengah porsi”, katanya padaku kemudian, ketika kami harus makan di luar malam itu. Merayakan kelulusanku setelah melewati final defense, presentasi akhir mempertahankan penelitianku untuk mendapatkan gelar doktor. Setelah semua persiapan yang amat melelahkan bagiku, profesorku dan juga suamiku.
***
Suamiku adalah orang pertama yang ingin kukabari akan berita kelulusanku. Kuingat sore itu, ketika baru saja aku akan menulis email ke telepon genggamnya, suamiku sudah lebih dahulu menghubungiku lewat telepon seorang teman. Mengucapkan selamat. Hatiku bergetar ketika suaranya terdengar bahagia, lega. Perjuangan kami kini telah membuahkan salah satu hasilnya.
Ya, ini adalah perjuangan kami. Karena aku tak akan bisa menjalani semua ini tanpa dukungan, pengertian dan dorongannya. Padahal rasanya baru kemaren suara-suara itu terdengar olehku.
“Hen, kamu harus hati-hati, kamu kan mau S3, jangan nikah dulu deh…, gimana kalau suamimu nanti langsung pengen punya anak, sementara kamu harus pergi keluar negeri sendiri…?” kata seorang seniorku, ketika aku menjalani pendidikan S2 di Bandung dan tengah kebingunan dengan pilihan melanjutkan studi saja dulu, atau menikah sesuai permintaan Ibuku sambil tetap melanjutkan studi.
.
“Ibu sempat berdiskusi dengan teman-teman tentang rencanamu untuk menikah sebelum berangkat ke Jepang. Kamu kan masih muda, cantik dan pintar, nggak usah khawatirlah soal jodoh. Sekolah saja dulu, dan pria-pria akan berlomba ingin menyuntingmu…”, Ibu Tjadra, salah seorang dosen di laboratoriumku memberikan saran ketika kuminta pendapatnya. Dosenku yang satu ini amat lembut dan baik hati, jadi aku pun merasa dekat seperti berteman saja.
“Nggak usah nikah dulu atuh Hen…, calonmu dari IKIP? Belum mau melanjutkan lagi? Lihat deh nanti kalau kamu sudah doktor, beda gerak... Pasti deh kamu pengen sama doctor juga!” Ibu Ria, dosen biostatistikku yang campuran sunda-batak itu ikut pula menyumbangkan pendapat. Lengkap dengan gaya khasnya berbicara ketika kami berjalan bersama di koridor kampus suatu siang. Aku tersenyum melihat gaya beliau tapi belum yakin untuk setuju dengan pendapat seperti itu. Tidak kuberikan komentar apa-apa saat itu.
Belum lagi “serangan” keluarga suamiku bagi dirinya.
“Benar nih, mau menikah dengannya? Kamu nggak takut kalau pendidikannya diatasmu? Bagaimana kalau nanti dia ngelunjak dan jadi berkuasa? Apa enak jadi suami dikomandoi istri?” dan berbagai kecurigaan lainnya terhadap rencananya untuk menikahiku.
Saat itu aku baru saja menyelesaikan sidang akhir program master. Untunglah aku tidak terpengaruh dengan berbagai pendapat yang muncul, karena telah kupasrahkan pada-Nya segala. Berdoa agar diberikan jalan terbaik jika memang ialah jodohku.
Ijin Tuhan telah membuatku dengan lapang dada menerima ketika ia mengurus semua keperluan untuk pernikahan bersama keluargaku di Padang. Sementara itu aku hanya menerima konfirmasi lewat telepon dan bisa terus mengurus persiapan wisuda dan dokumentasi untuk berangkat ke luar negeri.
Kini, ketika aku berhasil juga menyelesaikan studiku, perjalanan rumah tangga kami telah mencapai umur 7 tahun. Dengan menjaga prinsip saling terbuka, saling percaya, saling menghormati dan berpedoman pada tuntunan pernikahan dalam Islam, aku selalu berusaha memposisikan diri sebagai istri yang patuh pada suami dan sebagai ibu yang baik bagi anak kami semata wayang. Berkat pengorbanannya dan tolerasi suamiku atas berbagai keterbatasan yang kumiliki, Alhamdulillah tidak ada kendala berarti dalam hubungan kami.
***
Hari beranjak subuh. Kupuaskan diri menatap suamiku yang sekarang masih tertidur pulas, tapi dengkurannya sudah tak ada lagi. Wajah yang kukasihi, kuhormati dan yang selalu mengasihi keluarganya dengan tulus. Yang beberapa hari terakhir ini merelakanku untuk tak memasakkan makanan kesukaannya. Atau tak protes kalau kumasakkan sekaligus lebih banyak, lalu tinggal dipanaskan untuk beberapa kali makan. Selebihnya aku telah membeli makanan instan atau mengajaknya makan di kantin kampusku. Terkadang ia malah sengaja menyuruhku ke kampus secepatnya, karena tahu profesorku sedang menunggu. Bahkan dua hari terahir ini, saatku bangun di pagi hari, suamiku telah menyediakan satu set makanan instan, bekal ke kampus untukku. Rupanya setelah selesai bekerja pagi itu, ia sempat pula membereskan hal-hal kecil lainnya di dapur. Padahal setelah itu ia harus berjuang sendiri mempersiapkan anak kami yang balita untuk pergi sekolahnya. Aku sendiri sudah harus di kampus sejak sangat pagi belakangan ini, untuk menemui profesorku yang datang lebih pagi lagi, khusus untuk persiapan ujian akhirku. Suamiku juga ikut-ikutan tegang sepertiku ketika jadwal ujian tinggal hitungan jam. Dan saat mengetahui kelulusanku, ialah yang paling senang dan bahagia.
Untuk semua ketulusan ini, apakah aku sebagai istri akan bersikap lancang padanya? Apakah lantas aku akan menganggapnya rendah karena tak ikut melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi akan tetapi memilih bekerja untuk menafkahi keluarga? Aku tak melihat adanya hubungan antara gelar yang akan kusandang dengan posisinya sebagai pemimpin keluarga. Apakah aku akan besar kepala atau merasa lebih tahu dan hebat? Jawabnya hanya TIDAK.
Untuk segala pengertiannya akan kuberikan seluruh pengertianku. Untuk semua kesabarannya akan kulatih terus sabarku. Untuk segala cintanya akan kuberikan seluruh cintaku. Ini sudah menjadi tekadku sejak dahulu, saat memutuskan bersedia menjadi pendaping hidupnya. Nyatanya, semakin hari semakin bertambah kekagumanku padanya. Semakin tinggi rasa hormatku baginya.
“Ya Robbi, jadikanlah aku wanita yang sabar, sholehah dan berbakti pada suamiku, mencapai ridha-Mu…”, doaku selalu, teringat akan sabda Rasul yang pernah kubaca:
Dari Ummu Salamah, “Sesungguhnya Nabi Saw. telah bersabda, “Barang siapa di antara perempuan yang mati dan ketika itu suaminya suka (rela) kepadanya, maka perempuan itu akan masuk syurga”. (Riwayat Ibnu Majah dan Tirmizii).
***
“Uda…, baguun…”, bisikku pelan, enggan membangunkannya karena ia tampak amat nyenyak tertidur. Namun perlahan lelaki pujaan itu bangun dari istirahatnya dan segera ke kamar mandi untuk berwudhu.
Setelah shalat subuh berjamaah, kucium tangannya, saling bermaafan. Saat-saat indah yang selalu kutunggu setiap hari, karena kesibukanku biasanya membuat kami hanya bisa berjamaah disaat subuh dan isya saja.
Hari masih gelap, tapi suamiku telah siap untuk berangkat bekerja setelah meminum kopi susu buatanku.
“Assalamualaikum…”, ucapnya saat membuka pintu dan melangkah keluar.
Setelah menjawab salamnya, aku masih mematung di depan pintu. Merenungi kepergian belahan hati untuk mengadu nasib bagi keluarga, seperti yang selama ini dengan tulus ia lakoni.
Ya Allah… lindungilah suamiku, dan semoga setiap helaan nafas kasihnya pada keluarga akan selalu menjadi ladang ibadah pula baginya disisi-Mu. Amin…
Dari Abu Hurairah. Ia berkata, “Rasulullah Saw. telah memberi pelajaran. Sabda beliau, “Mukmin yang sempurna imannya ialah yang paling baik pribadinya, dan sebaik-baiknya pribadi ialah orang yang paling baik terhadap istrinya”. (Riwayat Ahmad dan Tarmizii).
Kanazawa, Agustus 2005
Henny Herwina Hanif
Setulus hati untuk suamiku, sebulan menjelang 7 tahun pernikahan
hiks...mengharukan sekali....
ReplyDeletesaya sepertinya belum bisa seperti mbak Henny....
*speechless...*
Terharu aku MBak. Semoga menjadi keluarga samara selamanya. Amin.
ReplyDeleteSelamat yah dah lulus ujiannya, dan semoga terus bahagia bersama keluarga, salam kenal, Re.
ReplyDeleteSelamat atas kelulusannya, salut atas perjuangannya,
ReplyDeletesalam kenal buat sang suami dan anda juga.
Otsukare Sama Deshita
WW.
Bernarkah Tin? pilih mana, Nemo yang pasti bisa mencinta, atau Nemo Super hebat tapi dirimu belum tentu mengenal hatinya? Sederhana kan? Mba sudah memilih, setelah yakin hatinya, dan percaya tak akan menyesal selama mampu menjaganya. Amin...
ReplyDeleteUntuk hal seperti inipun percaya diri itu perlu, karena tidak semua orang akan berpihak padamu.
Ganbatte ya...
Amin..Mba Ira...
ReplyDeletearigataou...
Doaku untuk Mba Ira sekeluarga juga.
Semoga selalu dilimpahi anugrahNya...
Amin...
Salam kenal juga Re...
ReplyDeleteThanks ya..., di Amsterdam lagi kuliah atau kerja?
Arigatou Mas WW
Salam kenal kembali dari kami sekeluarga...
Salut, dan ganbatte kudasai...
ya..betul sekali mbak.....
ReplyDeleteinsyaAllah saya akan berjuang :)
mba Henny,
ReplyDeleteijinkan saya menyampaikan rasa hormat...
salut.... kepada mba....
*terharu dan belum yakin bisa seperti mba Henny*
Mbak Henny, bukan hanya terharu yg saya rasakan setelah membaca jurnal ini tetapi juga pelajaran yg berharga. Insha Allah saya bisa berjalan menuju ke sana (kalau perlu berlari..:)). salam untuk Jilanissa dan papanya.
ReplyDeleteIya dek, doaku untukkmu...
ReplyDeleteInyaAllah...kebahagiaan itu menantimu
Amin...
Mba Sri...
ReplyDeleteSatu yang pasti, saya jadi sayang padamu yang rendah hati...
Makin suka headshotnya juga :))
Salam kembali buat keluarga mba Dina...
ReplyDeleteDoaku untukmu sahabat..., berlarilah..kalau itu yang terbaik...
salaam mbak henny, Alhamdulillah udah lulus nih? selamat ya...semoga ilmunya menjadi ilmu yg bermanfaat untuk umat.
ReplyDeletesaya harus banyak belajar bersabar dari mbak henny nih...terimakasih sudah berbagi, ya.
Amiin... terima kasih atas do'anya mbak.... ^_^
ReplyDelete*btw, oktober pulang ke ind doong... boyongan? back for good yah?*
bagus sekali mbak henny postingannya :)..memang benar ya mbak, suami dan istri saling melengkapi :)
ReplyDeleteAmin..
ReplyDeleteTerima kasih doanya Mba Ria...
Mba juga sukses selalu ya...
Soal sabar, saya juga masih harus banyak belajar...sungguh ini bagian tersukar...
Anak sulung euy...(emang ngaruh? he he, kali ajah...)
Ie...ie...
ReplyDeleteBTW, jadi makin sayang keluarga MP neeh, banyak cinta disini, saling berbagi, saling menasehati, saling mendoakan, alangkah indah...
***
Iya, begitulah rencananya sementara ini,
Ng...IsyaAllah, back for good...(by Take that he he, ingat jaman S1 suka nyiarin ini).
Perjuangan selanjutnya menanti....
Titin di Ina buat berapa lama? Natsu yasumi desuka?
Thanks Mba..., masih belajar...
ReplyDeleteBetul-betul
Sungguh begitulah yang tampak ya...
gomen...maap mbak, seperti biasa i telat buka multiply (kalo ibarat rumah udah banyak sawang alias sarang laba2nya) :p....
ReplyDeleteucapan selamat nya lewat multiply udah telat banget ya? hehehe
eh gini aja tak kasih selamat ya........: SELAMAT PACKING...hehehe (hiks.... ada yg mau pulang indonesia , berkuranglah biang urusai di lab ini ihik ihiks100x...)
btw ...kok bisa sih bikin tulisan bagus n mengharukan gitu?
ok lho tulisannya ..!!
apalagi i tahu perjuanganmu selama ini mbak, meskipun baru 1 tahun kenal.... hehehe...you're strong n firmness woman (~.~)
eh iya mana donk kumpulan cerpen yg dulu pernah ditunjukin? :D
Duile...dapat kunjungan mendadak neeh...
ReplyDeletedah mandi blum?, pulang dari sawah langsung peringatan hari kemerdekaan sama pernikahan teman he he
Mulai besok kudu ke hutan, ngobok-obok pohon tumbang sama Kang Wawa (Ohkawara sensei), jadi diperkirakan bakal nggak konsen nulis, makanya tadi pagi diusahakan buat publish MP hari ini he he, biar plong, you know...
Cerpen? oh itu...ada diatas meja, ambil aja, tapi bagianku blum jadi diperbaiki, ignor-in aja yah...,
BTW, sorry hari ini rada maksa buat makan ayam, soalnya diprediksikan minggu depan penuh dengan hari-hari pengepakan hiks, Wuaaa...
trima kasih mba,
ReplyDeletei love u too... salam untuk keluarga...
Met melanjutkan perjuangan mbak.....
ReplyDeletesemoga karunia-Nya selalu mengiringi langkah mbak seleuarga..amiin...
hhm.. ini pulang ke Ina dalam rangka survey nyari data, buat ngelengkapin thesis. yah..ama sekalian nengok keluarga gitu.. dah kangen euy :-)
*ati2 ya mbak nanti klo pulang.., met packing juga... ^_^
Hehehe gitu ya ternyata inti pemaksaan makan ayam ini?
ReplyDeleteTernyata ada udang dibalik kerupuk..nyam nyam.......hehehe daijobu yo...
Jarang2 i habis nyawah langsung barbeque-an (naik tingkat gini ya......barbeque-an :p..)
Btw kalo besok mampir ke kampus dulu....hehe tolong donk bawain celana panjang lapanganku warna biru yg ketinggalan di bagasi belakang mobil :D ...onegai...
gomen ya...tuh celana minta tolong dibawain udah kotor gitu...maap..maap....
btw thanks ya...domo arigatou....udah susah payah jemput orang yg habis nyawah ini di lapangan.....
met packing deh...
eh salah.... selamat tour the forest bersama kang wawa...
ntar bikin tulisan lagi di multiply ya.....judulnya : hari-hariku bersama kang wawa di hutan : suka-dukaku :D uhuy uhuy...
ok ganbatte ne
mata...
Uni...lagi2 bikin tulisan mengharukan... Uda ikuik baco ndak tu? Salut buat Uda ya... jarang2 ado urang awak nan sarupo tu, Uni baruntuang bana...!
ReplyDeleteberkaca kaca ...
ReplyDeletesalamnya akan disampaikan besok, dah pada bobo
Sukses selalu buat kopdar-kopdarnya ya...(sambil ngebayangin betapa sibuknya, dan asyiknya ketemuan)
Wah, ganbatte ne...kalau nyari data biasanya waktunya cukup sempit ya...
ReplyDeletekebayang dulu pulang 6 bulan sekali seperti dikejar-kerjar, sama target sendiri sih he he
ati-ati juga ya...
Ng, packing ganbaru wa...
?
Wuaaa...
Enggak lagi, itu hanya salahsatu alasan, tapi alasan utama tentu teman kita di tingkat dua asahi machi, yang harus kita syukuri..., terus hut Ri, terus...dll lainnya he
ReplyDeleteCelana itu?? hiks?he he, OK kok, perlu kapan? besok mo datang pagi...sih
Ok InsyaAllah
Hallo Bunda...
ReplyDeleteUda alun baco, tapi tahu kalau ado tulisan baruko, biasonyo dibaco saat surang, diinok-inokkan he he.
Kalau pulang kampuang, tantu minta panyasuaian, masih tabu de urang kampuang urang laki-laki mainjak dapua. Tapi kalau di Japang, baa katabu, wong buka pintu, urutannyo WC-Dapua-ruang tamu-kamar tidua he he
Gawat euy kalau pulang, kudu latihan mambuek teh talua euy...minuman wajib urang suamando tiok pagi hiks
Latihannyo kapan yo? Wuaaa
huaaaaaaaaaaaaaa....................... :((
ReplyDeletecan i be like you? nope...i guess..
you know what Mrs Tjandra said to me when I told about me? (yeah..I allready told her), she just said..congrat..bla..bla..bla..and said..both of you are naughty (cos we didn`t told to her before)
Selamat Uni Henny. Semoga berkah ilmunya. Amiin.
ReplyDeleteDoakan kami yg belum selesai perjuangannya ini.
BTW> Din, ada kok orang PAdang yang seperti pangeran Uni Henny....pacar aye :-D
selamat ultah pernikahan mbak .. semoga keluarga mbak selalu mendapatkan berkah Allah SWT .
ReplyDeleteSalut Buat Mba Heni.......jadi terharu.... hiks......jadi inget suamiku ...huk...huk...
ReplyDeleteYour case is the special one honey...
ReplyDeleteJust Ganbare! OK?
Luv
doaku juga mba' Henny ..:)
ReplyDeletejadi kek baca cerpen lho, aku terharu banget, salut sama mba' Henny yg bersemangat terus bersekolah tetapi tetap bisa memposisikan diri sebagai istri.
salut juga buat suaminya yg penuh perhatian & pengertian
coba pada praktek kek gini, pasti angka perceraian bisa ditekan ya mba' ....
salam buat keluarga, wah mau balik ke indo untuk membangun bangsa ya
Jilanisa udah fasih bahasa Indo kan ?? :p
..uni henny, lagi-lagi mata ini mengembun membaca artikel uni…Subhaanallah….seandainya saya tdk sdg diktr, akan saya biarkan airmata ini meleleh …menikmati kata-kata yg indah, bakti seorang istri kesuami, begitupun penghargaan dan ketulusan suami ke istri, ah…memang indah ya uni bila menikah dilandasi keimanan utk mencapai Ridha Yang Maha Rahman Maha Rahiim….sinergi yang tercipta pun jadi kolaborasi yg indah….wajar bila nantinya anak-anak yang akan menikmati kehangatan kasih dikeluarga…krn semua berawal dr keluarga….
ReplyDeleteuni..terus berbagi ya dgn tulisan2nya , spy saya bs bnyk belejar dan melihat dr berbagai sisi tentang pernikahan dn kehidupan. Salam hangat selalu…:)
selamat utk kelulusannya..:)
Selamat ....
ReplyDeleteAnda beruntung, punya suami yang mendukung kiprah anda. Pertahankan keadaan ini. 7 tahun bisa dibilang sudah lama, tetapi relatif pendek bila kita berprinsip menikah (Insya Allah) sekali saja dan ini adalah ikatan seumur hidup ... yang kalau mungkin bisa kita jalan bersama pasangan hingga maut menjemput. Nah... masih panjang waktu yang akan dilalui bersama.. masih banyak gelombang yang harus dihadapi.
Semoga tetap istiqomah...
salam
indah.........tulisan hati yang indah mbak :))
ReplyDeletesemoga selalu tetap begini atau bahkan lebih baik :)
Mbak Henny, selamat ya atas kelulusannya. Subhanallah, saya selalu bangga bila ada muslimah yang gigih untuk melanjutkan pendidikan, apalagi sambil menjadi ibu. Semoga kegigihan Mbak menyemangati saya juga :).
ReplyDeleteIya, Mbak, saya setuju banget dengan tulisan Mbak ini. Jodoh benar2 urusan Allah, dan nggak ada hubungannya dengan niat kita menggali ilmu. Kecuali niat kita menuntut ilmu biar gak nikah, nah itu laen, tapi kalau berpendidikan tinggi lantas dihubungkan dengan 'jauh jodoh', wah sedih sekalii. Karena Allah sudah menentukan jodoh kita sejak di lauhl mahfudz. Saya juga yakin banyak pria yang berpikiran terbuka, mendukung istrinya untuk melanjutkan pendidikan. Subhanallah, saya juga kagum dengan pria2 seperti ini, yang tak mengedapankan ego, seperti kagumnya pada istri yang tetap menjaga keqawwaman suaminya meski dia berpendidikan lebih tinggi, seperti mbak.
semoga Mbak dan suaminya menjadi pasangan dunia dan akhirat. Amin.
betul, saya sampai terharu. btw, kapan rencana pulangnya? :)
ReplyDeletesubhanallah...berkah banget mbak....mudah2an tetap baik ya...insya Allah...
ReplyDeleteSelamat ya Mbak! Semoga tambah sakinah keluarganya!
ReplyDeleteotsukare itu artinya apa?
ReplyDelete*gak ngerti basa jepun blas..*
doeeeh.. hiks!hiks! cerita nya mengharukan sekalee.. huhuuhuuu.. :((
ReplyDeletebtw, Barakallahu ya mba'.. semoga senantiasa rukun bahagia dlm membangun keluarga yg sakinah mawadah warahmah.. :)
Hahaha... Wiwik, keduluan sama mbak Henny nih.. katanya dia mau bikin jurnal berkhidmat pada suami...:p hehehe...
ReplyDeletebtw, mbak Henny, selamat juga... maaf rada terlambat... 3 hari gak online...
semoga Allah memberkahi keluarga mbak, dengan istri dan suami yang sebaik ini.. insyaallah anak-anaknya akan lebih baik lagi...
Terima kasih Uni Mon...
ReplyDeleteapa kabar..sudah lama nggak kelihatan...?
Hanya resensi novelnya yang bertebaran bisa dibaca dimana-mana he he
Semoga perjuangannya selalu diberi kemudahan ya Uni ...Amin...
*Uni Dina...ada yang protes neeh he he
Salam untuk Suami dan anak-anak yo Ni Mon...
Amin...
ReplyDeleteMasih lama sih Mba, terima kasih...
Doa yang sama buat Mba sekeluarga, semoga selalu diberkahiNya.
Amin...
Nah...ini masalahnya Mba Shanti, nggak fasih bhs Inanya, cuma ngerti sih..., jadi pengen kebelet pulang, biar dia jago he he
ReplyDeleteMenurunkan angka perceraian? belum berani komentar euy...tetapi saya sangat mendukung perlunya komunikasi yang baik dalam keluarga, sehingga setiap individu bisa saling mengisi dengan benar, saling menghargai dan bertoleransi.
Jadi setuju juga dengan teori-teori populer, misalnya kalau curhat jangan sama teman kantor (yang dah bekeluarga neh...), tapi sama suami aja..., biar kita selalu merasa amat saling membutuhkan, bukannya merasa lebih dimengerti oleh orang lain...he he
Salam sayang buat Iyog...
Bagaimana kondisi sang papa? semoga terus membaik.
Amin...
Mba Lea, salam kenal...
ReplyDeleteBagaimana kabar Mba dan keluarga?, kenapa jadi terharu? saking sayangnya ya...?
Semoga kekal abadi...
Masya Allah, salut dan terharu setelah baca ini :D buat masukan yg berguna juga
ReplyDeletesalam kenal ya :D
Salam hangat juga Mba Dini...
ReplyDeleteSemoga pekerjaan dan cita-cita hidupnya juga diberkatiNya ya...
Senang bisa berbagi disini, walau masih terus belajar bagaimana menuliskannya dengan benar.
Terima kasih ya say...
Hallo Mba Lina...
ReplyDeleteTerima kasih saran dan nasehatnya Mba, saya masih harus belajar banyak, dan masih banyak rintangan ke depan yang harus dilalui. Untuk itu saya juga membutuhkan tuntutan dari orang-orang seperti Mba dan selalu mendekatkan diri pada Tuhan.
Salam untuk Mba sekeluarga
Hallo dek,
ReplyDeleteterima kasih doanya....
Amin...
Mba Dee, arigatou...terharu dengan komen dan doanya...
ReplyDeleteSaya pada dasarnya bukanlah orang yang sangat gigih dan ambisius, hanya mencoba untuk serius ketika mendapat tugas belajar atau bekerja. Sederhana saja.
Tuhanlah yang selalu memberi kemudahan dengan kasih-Nya. Dan kasih sayang yang tulus dari orang sekitar (keluarga, teman,termasuk di MP juga, dll) membuat pekerjaan terasa jauh lebih ringan dari yang sebenarnya, karena kita jadi menikmati setiap proses dalam kehidupan. Meresapinya sebagai guliran kebahagiaan...
Saya juga salut dengan kegigihan, semangat dan kesuksesan yang mba miliki saat ini
Tuhan memang Maha Adil. Semangat terus dan sukses ya Mba...
Amin...
Apa kabar Mas Tian,
ReplyDeleteMungkin Oktober Mas, InsyaAllah...
InyaAllah, Amin...
ReplyDeleteDoa yang sama bagi keluarga Mba Annisa...
btw, sikecil kalo dari photo mirip ponakan saya yang di Padang hlo..rambutnya ikal ya..?
salam sayang selalu
Terima kasih Mas Wisnu
ReplyDeleteAmin...
Mas juga semoga sukses selalu ya...
hi hi, ngga bisa nerangin detail karena ngga ngerti banget juga...Mas Alifa...
ReplyDeletetapi otsukare sama sedhita biasanya diucapkan pada seseorang untuk menghargai usahanya.
Misalnya seseorang yang habis presentasi, habis menyelesaikan sebuah proyek, usaha yang besar ataupun ringan.
Dulu pernah dirumah sakit, pasien lain atau perawat akan mengucapkan kata yang sama hanya karena suami telah datang dan menemani saya untuk beberapa saat di ruangan rawat inap. Mungkin untuk mengatakan penghargaan atas waktu yang telah diluangkan untuk menjenguk istrinya sendiri. Nah hlo...
Begitu kira-kira des....
doeeh Yun yun...
ReplyDeletekapan nih kita ketemuan di Ina? sampe kapan di Kuwait?
Terima kasih doanya say..., semoga dirimu juga demikian, selalu disayangNya...
Wah...engga apa-apa atuh...kan bukan lomba tujuhbelasan, jadi duluan atau belakangan nggak ngaruh he he
ReplyDeleteBarusan saya bercoba berkunjung ke mba Wiwik (mirip nama adek kembar saya), kok nggak exist ya...kata MPnya...?
Terima kasih doanya Mas, semoga keluarga Mas juga senantiasa diberkahiNya
Amin...
***ditunggu jurnalnya Mba Wiwik neeh...
Salam kenal juga Mba Rona...
ReplyDeleteSenang, kalau bisa menjadi masukan yang berguna, walaupun sedikit
makasih mba' Henny
ReplyDeleteayahnya Iyog sudah mendingan, tinggal kontrol 2 minggu lagi
selama taat sama pesan2 dokter siy, mestinya proses penyembuhannya akan lancar.
Syukurlah, ikut lega...
ReplyDeleteMinggu kemaren Jilan panas, terus pemulihan karena ngga mau makan. Alhamdulillah sekarang sudah baikan dan bisa sekolah lagi, pas mamanya sudah nggak memperpanjang ijin liburhe
wah bagus banget ceritanya uni
ReplyDeleteterima kasih udah berbagi
menjadi masukan buat saya pribadi dan semua
Makin hari tulisan uni makin bermakna dan bagus
saluuttt
Wah nyaingin bunda Helvy nih :)
Bulan Oktober nanti pulang ke indonesianya kemana uni ?
ReplyDeleteka jakarta atau ka kampuang ?
Wah, Fahrul bisya aja..., namanya juga sedang belajar, pasti banyak kekurangan disana sini. Tapi nggak mau nyerah aahh...
ReplyDeleteSalut buat Fahrul juga...
Dee...ssst..... jangan-jangan-jangan sampai ada yang tau...malu-malu-malu...jauh-jauh-jauuuuh banngeeet...
Mba Helvy adalah penulis yang saya kagumi... sekali..., barharap bertemu beliau suatu saat nanti. Amin...
Dua-duanya InsyaAllah...
ReplyDelete(Lagi dalam proses perundingan alot he he)
nggak kog ngak jauh
ReplyDeleteudah mendekati :)
ya ntar kalau ke jakarta contact aja bunda helvynya, terus main2 ke rumah bunda :) asyik kan ketemu 2 penulis (bunda & Faiz)
perundingan alot ama siapa nih ?
oh ya salam buat uda ya ni
salam hormat dari saya
Fahrul
hwaaa... iya mba' kapan kita ketemuan ya..? mba' henny pulang ke INA kpn & kemana pulangnya or tinggalnya? :) yuyun insya 4JJI akhir tahun ini udah di INA.. ;)
ReplyDeletebtw,
wa iyyaki ya ukhti.. semoga kita selalu di sayangNya.. aamiin..
eh.. bener kok, soalnya linknya ku kopi paste.. tapi coba lagi deh...
ReplyDeletedi sini!
Fahrul memang baik, kebayang istrinya bahagia, InsyaAllah. Terima kasih komennya.
ReplyDeleteIya...pengen banget ketemuan, kan sudah janji mau makan di Waroeng sama Faiz (he he pegang janji lewat MP ceritanya). Mudah-mudahan bisa ketemuan ditengah kesibukan masing-masing (sambil cemas soal kesempatan).
Perundingan alot sama keluarga di Ina, disini dan hati he he
Tapi sebenarnya garis merahnya sudah jelas. Saya sangat mengutaakan keluarga, jadi ikut arus saja...Semoga diberkatiNya
Oh iya, Fahrul, kalau di Ina, pakai koneksi Internet apa? kasih tau dong...kalau bisa yang gampang prosedurnya dan murah meriah he he. Saya dengar sudah bisa pakai card tertentu. Mengingat di awal-awal harus ke Jakarta-Padang dan beberapa kota, mungkin pakai kartu dan laptop lebih efisien? Bagaimana ya...?
Perundingan alot sama keluarga di Ina, disini dan hati he he
ReplyDeleteTapi sebenarnya garis merahnya sudah jelas. Saya sangat mengutaakan keluarga, jadi ikut arus saja...Semoga diberkatiNya
Udah..., sudah baca beberapa puisi Mba Dwi ya...
ReplyDeleteHebat euy...
Thanks
Asyik...
ReplyDeleteIsnyaAllah saya juga bakal di Ina akhir tahun. Untuk sekarang prioritas waktu untuk Padang.
Di Jakarta mungkin sebentar, Bandung, Bogor.
Semoga suatu hari kita dipertemukan ya...Amin...
sebaiknya uni koneksi via Telkomnet Instan tapi koneksi ini lambat dan lemot alias lelet (tapi simple tinggal colok ke line telpon langsung dial)
ReplyDeletekalau mau kenceng pakai kartu MATRIX murah dan lumayan kencang 200 sebulan +PPN
uni datang aja ke Satelindo dan registrasi disana
ntar dialnya lewat HP (sebagai pengganti modem)
HP di hubungkan ke laptop
atau ada ide yg lain dari temen2 di jkt ?
Wah..Terimakasih infonya Fahrul...sangat membantu...
ReplyDeleteyang MATRIX tampak menggiurkan ya...
sambil menunggu kalau ada info dari teman-teman yang lain ...semoga semoga...
ada yang lebih menggiurkan lagi uni
ReplyDeletemurah meriah :)
silahkan lihat di disini uni :)
Subhanallah! Indahnya Uni dan Uda berdua, hiks.... terharu saya *hiks, usap bening di sudut mata*
ReplyDeleteUni, aku masiiiiiiiiiiiiiiiiih jauh sekali dari Uni rasanya, saat ini saja, kami berpisah! Jadi, rumah tangga kami belumlah teruji kekokohan dan saling tolong menolongnya seperti Uni berdua, sekali lagi Subhanallah!
PS.
Maap Uni, adikmu ini telat sekali membaca journal edisi ini, krn sebelumnya 20 harian gak membuka MP. Paling cuma menulis laporan singkat di rumah MP-ers yg kusinggahi. Mudahan Uni mengerti ^_^
Moga dapat terus tambahan ilmu yang lurus dan ketemu
ReplyDeletekekasih sejati
Hi Honey...
ReplyDeletesaling percaya, pengertian dan ketabahan yang terjalin saat ini antara kalian berdua adalah kekuatan yang luar biasa. Mba pernah mengalami, walau hanya 7 bulan saja. InsyaAllah Ima dan suami akan kuat menjalaninya. Amin...
Kapan ke Ina?
PS.
Aduh sayang, mengapa pula dirimu merasa seperti itu, tak ada kewajiban membacanya he he
Habis jalan-jalan ya? asyik bener...?
Bagus, nikmatilah karunia dan kesempatan yang diberikanNya, bersyukur ne...
Amin...
ReplyDeleteMas Dodik juga ya...
Thanks. Neh sedang cari2 Ustadz di Jogja untuk belajar lagi. Dah lama ndak nambah ilmu. Paling baca buku karya ibnul Qoyyim yang susah bahasanya itu.
ReplyDeletesubhanallah...snik snik...terharu baca tulisan uni yang ini.....bareng sama suami nih bacanye...hihihi....kita jadi bisa belajar dan ikut mengambil hikmahnya...maacih uni.....
ReplyDeletesalam sayang dari yakumo, tokyo
Are...ada disini rupanya? he he
ReplyDeletedaku lagi sibuk rekaman dengan stress takut ada yg datang he he, nggak enjoy deh, tapi volumenya kayaknya agak tambah gede, walau kadang mengendus-endus, micnya dideketin banget, udah gitu nggak terlalu konsen. PD aja ahh..gimana lagi, darurat...mungkin nggak terlalu masuk penghayatannya...
Salam buat Uda, he asyik ya baca berdua ...
Masih belajar nulis, jadi banyak bagian yg aneh juga
Alhamdulillah kalau dengan sebeginipun hikmahnya sudah bisa diambil...
Salam sayang kembali...peluk ah hi hi (Ulya aja ya Da...)
Ketinggalan nih saya! Habis membaca saya jadi merenung...panjaaang...:) Terima kasih Mbak Henny...:)
ReplyDeleteMba Mamiek yang sedang berbahagia dengan pendekar ciliknya...( sambil pengen punya juga he he).
ReplyDeleteKapan-kapan cerita ya, tentang renungannya...
Terima kasih kembali Mba..., mohon dikritiki...
Dan salam sayang buat anak-anak
Selamat atas kelulusannya meraih PhD, sekarang saya pun sedang deg-degan menunggu hari sidang tersebut. Semoga bisa menerapkan ilmunya di Indonesia dan tentu saja tetap menjadi 'super mom' bagi putrinya.... Saya kenal Ibu Ria yg diceritakan di sini, dan tau persis gaya ngomongnya. Syukurlah perjuangan sebagai 'super mom' sekaligus istri solehah berbuah manis sekali.
ReplyDeleteMba Anna, terima kasih, dan salam kenal...
ReplyDeleteMau sidang ya Mba, semoga dimudahkan ya...InsyaAllah...
Tahapan ini Alhamdulillah dapat dilewati dengan izinNya, namun betapa masih banyak hal dimana saya jauh ketinggalan, selama terfokus untuk bidang akademis. Perlahan tapi pasti, dengan niat ibadah, semoga langkah kita selalu diberkati ya Mba...Amien...
Mba kenal Bu Ria ya :), ah jadi kangen, saya sangat suka dengan keterus terangan beliau. Keakraban beliau...., kegalakan kalau ngajar he he