Friday, August 12, 2005

Goresan setelah menbaca journal Teh Pipiet Senja; Cerpen Antologi Kasih




Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh





Dear Teh Pipiet,


semoga kita senantiasan dibimbing dan dikuatkan-Nya



 

Saya pembaca setia jurnal Teteh, dan tak henti
menunggu yang lainnya karena untuk sementara jarak menghalangi saya
untuk leluasa membaca karya-karya Teteh dan penulis lainnya ditanah air.





Ilmu yang saya pelajari di bangku kuliah sangat jauh dari sastra. Tapi
saya sangat merasakan kebutuhan untuk membaca fiksi. Kenapa? karena saya
merasa dimanusiakan. Kebutuhan ini tak terpenuhi hanya dengan misalnya
membaca ribuan karya non fiksi.



Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Helvy Tiana Rosa  di dalam salah satu tulisannya/reply-annya di MP
yang mengatakan kira-kira begini: "Sastra selalu punya tempat untuk
memanusiakan kemanusiaan kita".




Kesan inilah yang selalu saya temukan dalam setiap goresan Teh Pipiet,
termasuk dalam cerpen "Elegi September" yang saya baca di
http://pipietsenja.multiply.com/journal/item/24?last_read=1123886987&mark_read=pipietsenja:journal:24



Menanggapi adanya komentar yang mengatakan cerpen ini "tidak bisa
dipahami dari awal sampai akhir" atau " Hancuuur" dari seseorang, saya
ingin sedikit menyampaikan opini.





Setiap orang tentu boleh saja menyampaikan pendapat atau kesan dari
sudut pandangnya, tetapi akan lebih baik jika ia juga memberi
penjelasan, dari sudut mana ia melihat dan beberapa keterangan lainnya.
Karena beberapa orang yang berbeda akan mempunyai kesan yang berbeda pula
jika melihat sebuah benda yang sama, tapi dari sudut yang berbeda.



Walaupun saya bukanlah penulis, saya kok ya tidak begitu sreg
dengan
adanya kejadian dimana seseorang memberikan penilaian sebuah karya
dengan semena-mena, apalagi kesannya cukup berani dan memvonis (semoga
dalam kasus ini saudari X yang memberikan kritikan tidak lupa pula
memberikan penjelasannya, sehingga yang dikritik dan ikut membaca
kritikan bisa pula mengerti dan memetik manfaatnya) .


Saya meprediksikan, sebuah karya tulis melibatkan bagian diri si
penulis didalamnya, secara langsung maupun tidak. Sehingga, walaupun
yang mengomentari bukan penulis, sebisanyalah memberikan argumen yang
berdasar.




Saya tidak akan membahas cerpen Elegi September-nya Teteh dari sudut penulisan
atau sastra yang masih "gelap" bagi saya. Tapi sebagai awam yang
mendapatkan banyak pelajaran yang bisa dipetik dari sebuah tulisan.




Dalam Elegi Sepetember, kita bisa mendapatkan banyak petikan hikmah, antara lain tentang:




Persahabatan (lihat karakter Mamay, Maria, Meta dan suster Ika);




Kasih (Meta dan Mamay rela  memberikan benda paling berarti bagi mereka demi sahabat);




Komunikasi yang baik dalam keluarga, juga kepekaan sosial (lihat tokoh "bangau" yang menderita kelainan jiwa);




Toleransi beragama (ini disampaikan dengan halus oleh penulis);




Kepasrahan pada Ilahi (Mamay);




Keluarga (digambarkan dalam menceritakan perhatian dan kondisi orang-orang terdekat tokoh)




dan banyak lagi, jika kita mau mengambil pelajaran hidup dari sini.





Setiap individu pendapatkan type dan porsi yang berbeda dalam menerima cobaan maupun kebahagiaan, Dia maha pengatur.


Disinilah faedahnya belajar dari sebuah tulisan, dimana kita bisa
belajar untuk terus hidup dengan belajar dari pengalaman orang lain.
Memperkaya diri dengan pengetahuan kekomplek-an dunia, lalu memutuskan bagaimana
dan kearah mana kita selanjutnya melangkah, dengan masing-masing
resiko, baik dan buruknya.




Ada banyak jenis karya sastra, yang saya bicarakan kali ini adalah
bagian dari semua itu, dan saya telah mendapatkan banyak pelajaran dari
dalamnya


.


Terakhir, terimakasih Teh Pipiet, untuk membagi tulisan ini dengan kita
sini, dan semoga niat baik Teteh dan teman-teman untuk
menyumbangkan  hasil penjualan karya ini untuk korban tsunami akan
dibalasi Allah dengan berlipat ganda. Amin...




Teruslah berkarya...


Menjadi Cahaya


(mengutip kata dari seorang teman di FLP Jepang)




Wassalam




Henny-Kanazawa, 13 Agustus 2005













































19 comments:

  1. ambo alun baco Ni, tapi yg jelas...org sekaliber Pipiet Senja gak akan 'apa-apa' oleh kritikan yg tidak sopan seperti itu.
    (makasih atas infonya...saya mau jalan2 ke tempat Pipiet Senja dulu yah)

    ReplyDelete
  2. ambo alun baco Ni, tapi yg jelas...org sekaliber Pipiet Senja gak akan 'apa-apa' oleh kritikan yg tidak sopan seperti itu.
    (makasih atas infonya...saya mau jalan2 ke tempat Pipiet Senja dulu yah)

    ReplyDelete
  3. Iya Uni...saya juga berfikir begitu
    Ati-ati ya..da dah... he he
    Eh Mba Dina makin ngetop aja hlo dimilis-milis, yang saya tahu journal ttg Pressident Iran tea, Ikut bangga deh...
    "Itu temen aku hlo..."

    ReplyDelete
  4. Ah, setau saya malah yg di milis2 itu nggak tertulis namaku...
    lumayan, latihan buat ikhlas, hehehe...lagian awalnya kan emang cerita biasa2 doang, nggak nyangka bakal nyebar kemana2 gitu, jadi nggak ditulis' copyright' (udah baca jurnalnya Mas Ciput ttg ini kan? bisa klik di sini)

    ReplyDelete
  5. Saya dapet dr 2 milis, satunya ngga nyantumin, trus ada yang nanya karena mau diterusin, saya langsung firasat, ngecek ke uni, bener, saya kasih tahu milis tsb.,
    Satu lagi dah tercantum alamat MPnya,

    Wah....kirain Mba Dina emang dah tahu dan ngijinin..., tau gitu....wah....
    heboh juga ya...
    Jadi gimana sikap Uni sekarang?

    ReplyDelete
  6. ya nggak apa2...mau gimana lagi, hehehe...
    saya malah 'sadar' soal hak cipta segala macam setelah Mas Ciput bikin jurnal khusus itu, tadinya cuek2 aja...maklum, namanya juga penulis amatiran, udah ada yg mau baca aja udah seneng, hehehe

    ReplyDelete
  7. Eh ada bunda Kirana di rumah mbak Henny :))

    Bener lho bunda, tulisannya bagus-bagus. Sebelum saya buat rumah di multiply dan kenalan ama bunda, saya pernah mendapatkan tulisan dari milis yang saya ikuti, membaca tulisan tsb sayanya jadi berpikir "nih yang nulis pasti orang hebat" dan ternyata setelah mengenal bunda dan membaca seluruh jurnal yang bunda pernah posting, wah surprise banget "ooooo....ini yang tulisannya pernah saya baca di milis, ooooo...ini bunda kirana ya....hmm....hmm...."

    *maaf banyak ooooo-nya, ampe 5 berturut-turut :D*

    ReplyDelete
  8. Iya sih...
    Saya pernah baca rubrik konsultasi penulis di kotasantri.com, soal nulis di web ini, ada yang nanya kok tulisannya sudah kemana mana tanpa konfimasi. Yang jawab Sakti Wibowo (semoga nggak salah tulis). Menurut beliau, kita harus siap dengan konsekwensi seperti itu kalau menulis di dunia maya...
    http://kotasantri.com/klinik.php?aksi=Detail&sid=6

    ReplyDelete
  9. aduh... saya jgn dipuji-puji...punya bakat narsis nih, hehehe...

    ReplyDelete
  10. Ni, alah ambo baco, makasih yah..
    bener, emang kalo mau dimuat di media cetak 'harus eksklusif" jgn dimuat di website dulu... Tapi, masalahnya, Dina sejak awal emang nggak niat dimuat di mediacetak (minder duluan, kekeke), jadi dgn santai dimuat di multiply, baru stlh itu ada 'kehebohan'.

    ReplyDelete
  11. duuuuuh..Din...maaaap..jauuuuh sebelum ku kenal Dina, aku baca sebuah jurnal tentang sekolah Quran itu lho, di muat di sebuah Milist LSM di Jerman, tapi emang nggak nyebut URL nya-- gituw...

    kebetulan ada yang nanya-nanya, untung deh Teh Vita Sarasi udah jadi kontaknya Dina, langsung aja di sebutin penulis nya siapa.

    sabar ya Din, biar bagaimanapun kalau tulisan Dina bisa bermanfaat untuk kemaslahatan ummat, jadi amal jariah doonk (tabungan akherat)...pahalanya ngalir terus hehehehe.. ("sok tau")..................

    ReplyDelete

  12. Semoga dibalasi berlipat ganda...
    Amin...

    ReplyDelete
  13. oh, kalo ttg Jamiatul Quran, awalnya emang saya nulis di milis kafe muslimah...
    aduh, udah deh, jadi malu, kok ngomongin saya terus yah? soal tulisan di website, seperti ditulis di artikel yg dikirim Uni Henny, kan memang tdk ada aturan hak ciptanya, jadi sudah resiko, begitu...

    ReplyDelete
  14. hi hi, asyik aja lagi diobrolin...kan semua jadi ikutan belajar dari kasus ini he he
    BTW, nggak jadi dikirim ke Republika Uni (perasan Mas Ciput pernah nulis ttg rencana itu deh)

    ReplyDelete
  15. awalnya kan ada usulan dr Mbak Mamiek dan kak Dian tuh, kirim aja ke koran, kata mereka. Akhirnya saya bikin versi 'serius'-nya...lalu dikirim ke Republika via email. Dua hr kemudian, ada msg dr Mas Ciput, katanya udah dimuat di milis (tapi, yg versi MP). jadi, yah, sudah pasti nggak bakal dimuat lah, soalnya nggak eksklusif lagi...lagipula, kalaupun eksklusif, juga belum tentu dimuat, hehehe, emangnya saya siapa?

    ReplyDelete
  16. Wuaduuuh... setiap kali mampir di rumah-rumah dinda semua... hati teteh jadi gimana gitu yah... terharu nian!
    Betapa canggihnya teknologi kita saat ini, ya Dek? Luar biarrrraaa, eeh, subhanallah!
    Kalo dulu teteh menjajakan tulisan beneran deh dari pintu ke pintu kantor redaksi, kadang diterima dan lebih banyak ditolaknya... dibuang ke tempat sampah di depan mata kita sendiri, ihiiiik... kepingin ngamuk rasanya tapi gak berdaya, lha wong emang siapa daku kala itu yah?
    Tapi begitulah hidup, semuanya membutuhkan proses yang sangat panjang untuk ajeg di khazanah kepenulisan... 30 tahun, bayangkan aja... barulah orang ngelirik tulisan kita...
    Wasalam dan semangat selalu, lagi begadang neh di bulan ramadhan... soale kalo siang gak bisa nulis, kebiasaan kalo nulis kudu cemilan dan teh manis... dasar orang kampung neh!

    ReplyDelete
  17. Teteh sayang, maaf baru membaca goresannya disini, setelah 2 th baru saya tahu kalo Teteh sempat melirik ke sudut kecil ini. NgeMP tekahir awal Oct 2005, lalu pulang ke Sumbar, jadi vakum deh, soalnya memulai hidup baru lagi di Ina ternyata berproses cukup lama juga bagi saya sampai bisa "aktif" lagi di Internet. Makasih ya, sudah berkunjung 2 th yang lalu he he
    Karena saking lamanya, saya terheran-heran sendiri dengan apa yg sudah saya tulis hi hi hi

    ReplyDelete
  18. lo mau nulis kek, mau ngetik kek. semuanya cuma kebetulan gak ada sesuatu nya yang keramat

    ReplyDelete